Sayang SBY untuk Jokowi

SBY berbagi resep untuk mengatasi nilai tukar rupiah yang anjlok. Resep itu sebagai tanda sayang pada pemerintah, jangan dipidanakan.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 29 Agu 2015, 00:04 WIB
Presiden SBY memeluk Jokowi saat hadir di acara pelantikan di Senayan, Jakarta, Senin (20/10/2014) (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Sejak dibuka pada awal pekan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada awal perdagangan di pasar spot Senin 24 Agutus 2015, terpuruk. Rupiah bahkan menembus level Rp 14.000. Kondisi ini memicu tanggapan dari mantan presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhyono atau SBY.

Dalam cuitannya, SBY mengkritisi kondisi ekonomi yang dihadapi Asia termasuk Indonesia. Dia mengingatkan negara-negara Asia harus menyadari bahwa perkembangan ekonomi di kawasan sudah lampu kuning.

"Cegah jangan sampai merah," kicau SBY, @SBYudhoyono, Senin 24 Agustus 2015 malam.

SBY menilai kondisi ekonomi saat ini telah melebihi batas kewajaran. Sedangkan kondisi makro dan mikro ekonomi, sektor keuangan serta sektor riil telah terpukul.

"Ekonomi Asia sedang susah, cegah isu lain yang serius. Saya berharap siaga perang dan ketegangan antara Korut dan Korsel segera berakhir," pesan Ketua Umum Partai Demokrat itu.

Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan kata sambutan di kediaman pribadinya Puri Cikeas, Bogor, Kamis (27/8/2015). Di Puri Cikeas, SBY mengundang para pemimpin media dalam acara silaturahmi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sementara di Indonesia, dia menilai perlambatan ekonomi sudah mulai terdampak. Hal ini perlu dicegah agar rakyat tidak makin cemas, sehingga pemerintah tidak kehilangan kepercayaan.

"Menurut saya, manajemen krisis harus diberlakukan. Jangan underestimate dan jangan terlambat. Apalagi pasar dan pelaku ekonomi mulai cemas," pinta SBY.

3 Hari berselang, SBY mengundang pemimpin redaksi dari sejumlah media di kediamannya, Cikeas, Jawa Barat. Pertemuan yang berlangsung hangat itu diisi dengan diskusi terkait situasi ekonomi.

"Dari yang didiskusikan tadi, tanpa menggurui ada sejumlah sasaran yang perlu ditetapkan oleh pemerintah didukung dunia usaha, daerah, dan kita semua," ucap SBY di kediamannya, Cikeas, Jawa Barat, Kamis 27 Agustus 2015.

Ada 6 resep dari SBY yang bisa diracik dalam mengatasi nilai tukar rupiah yang terpuruk terhadap dolar Amerika Serikat. Resep itu disajikan sebagai tanda sayang SBY kepada pemerintahan Jokowi-JK.

"Kritik ini sayang pada pemerintah, jangan dipidanakan. Untuk kita semua," ucap SBY.

Resep SBY

SBY menjelaskan 6 resep yang bisa diracik Jokowi-JK menghadapi situasi saat ini. Tiga di antaranya ialah pemerintah diminta menjaga pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Jangan sampai pertumbuhan yang semula menyentuh 6%, turun terus hingga di bawah angka 4%. Karena bila terjadi, pengangguran dan kemiskinan akan meningkat.

Resep kedua, lanjut SBY, pemerintah harus menjaga sisi demand. Pemerintah perlu memastikan rakyat masih mampu membeli kebutuhan hidup hariannya.

"Tidak salah keluarkan APBN untuk rakyat penuhi kebutuhan sehari-hari," imbuh dia.

Resep ketiga, pemerintah wajib memberikan insentif fiskal pada para pengusaha di tengah iklim investasi yang kurang baik.

SBY menegaskan dirinya paham gejolak yang terjadi saat ini ditimbulkan oleh pengaruh global. Karena itu, ia sama sekali tidak menyalahkan Presiden Jokowi.

Wapres Jusuf Kalla, Mantan Presiden ke-6 SBY, Presiden Joko Widodo. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Bahkan ia optimistis, Indonesia akan mampu keluar dari kesulitan ini. Sebab jajaran Kabinet Kerja Jokowi-JK dinilai telah diisi orang-orang ahli dalam bidangnya.

"Ada JK, ada Rizal Ramli, Darmin Nasution, ada Bu Rini, ada Pak Agus Martowardojo, Pak Bambang, ada Presiden sendiri, ada Bu Megawati mantan presiden di situ. Saya lihat kemampuan tinggi atasi gejolak," tutur SBY.

Ketua Umum Partai Demokrat ini mengaku sudah mendengar kabar pemerintah akan mengeluarkan paket kebijakan untuk mengatasi gejolak. Dia mengapresiasi hal itu.  Pemerintah maju terus dengan solusi yang dikeluarkan nanti. Jangan sampai berhenti di tengah jalan karena terpengaruh pro dan kontra.

"Saya optimistis keluar dari gejolak kalau ada solusi. Syaratnya tetapkan solusi, jangan khawatir pro kontra, debat, dan kritik. Move on dengan dijalankan solusi maka cepat atau lambat itu ada. Mungkin hasil kecil, tapi 1-2 tahun ekonomi pulih dan kembali ke era pertumbuhan di atas 6%, juga semua indikator tunjukkan hal positif," papar SBY.

Menurut dia, langkah utama yang perlu dilakukan Jokowi saat ini adalah tidak menutupi masalah dan menjelaskannya kepada publik.

"Bukan dosa atau kejahatan terjadi di Indonesia. Yang penting pemerintah akui ini ada masalah, cari solusi, tetapkan kebijakan dan dijalankan sepenuh hati," kata ‎SBY.

Tidak Underestimate

Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai hal yang disampaikan SBY benar adanya. Lemahnya ekonomi saat ini terjadi karena faktor dunia.

"‎Kita paham, benar Pak SBY. Kita tak underestimate (pelemahan Rupiah), tapi langkah-langkah ini langkah sedunia. Jadi memang kita melemah ke dolar AS tapi tidak ke mata uang yang lain," jelas pria yang akrab disapa JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa 25 Agustus 2015.

JK mengatakan daya beli Indonesia sama dengan Tiongkok. Bila dibandingkan dengan negara tetangga, daya beli dalam negeri lebih kuat dibandingkan Malaysia.

‎"Memang kita lemah kepada dolar AS, karena dolar kuat tapi yang lainnya tidak. Dolar AS bukan satu-satunya pegangan dan ukuran. Yen juga ukuran. Yen dengan kita tak berubah tetap 1 yen masih Rp 120," tutur dia.

Wapres Jusuf Kalla menerima kunjungan Presiden ke 6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (Liputan6.com/ Silvanus Alvin)

Situasi saat ini juga jauh dari krisis yang terjadi pada 1998‎ lalu. Salah satu pembeda adalah daya beli masyarakat. JK mencontohkan bila 10 tahun lalu 1 dolar AS, dengan kurs sekitar Rp 9.000 cukup untuk makan di restoran Padang.

"‎Tapi diukur nominal tahunannya jangan samakan rupiah 10 tahun lalu dengan sekarang. Kalau dulu 15 tahun lalu Rp 16 ribu, sekarang Rp 14 ribu mendekati, ya memang, tapi itu 15 tahun lalu beda nilainya," tegas JK.

Pemerintah juga tidak akan membentuk Crisis Center untuk ‎mengatasi masalah ini. Koordinasi dengan menteri terkait dinilainya sudah cukup.

"Sebenarnya di pemerintahan juga itu otomatis saja terbentuk. Artinya urusan presiden, saya, menko-menko bekerja itu juga sistemnya sudah dilaksanakan. Tidak (perlu Crisis Center)," tandas JK.

Jauh sebelum SBY memberi saran tersebut, Presiden Jokowi dinilai telah melaksanakannya. Baik secara langsung maupun melalui menteri-menterinya, ia telah menyampaikan kondisi perekonomian saat ini kepada rakyat maupun dunia usaha.

"Itu sudah dilakukan dan sedang dijalankan sebenarnya (oleh Jokowi)," ujar Wakil Ketua Fraksi Nasdem Johnny G Plate saat dihubungi, Jumat 28 Agustus 2015.

Hal-hal yang telah dilakukan Jokowi, ucap Johnny, antara lain menjaga ketahanan pangan dan harga di lapangan. Namun, tidak bisa dipungkiri ada oknum yang bermain serta memanfaatkan situasi ini. (Ali/Ron)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya