RI Perlu Waspadai Gejolak Malaysia

Malaysia juga menjadi salah satu negara tujuan utama ekspor Indonesia.

oleh Agustina Melani diperbarui 30 Agu 2015, 08:28 WIB
Bendera Indonesia-Malaysia (asean-investor.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia diimbau tetap mewaspadai kondisi gejolak politik dan ekonomi Malaysia. Hal itu lantaran Indonesia berada satu kawasan dengan Malaysia sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan persepsi negatif kepada investor asing terutama yang menempatkan investasi portofolio.

Malaysia mengalami keterpurukan mata uang terhadap dolar Amerika Serikat. Hal itu dipicu dari sentimen eksternal, ditambahan tekanan dari internal. Mata uang Malaysia Ringgit ditutup di level RM 4,1990 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat 28 Agustus 2015. Ringgit sempat sentuh level terlemah di kisaran RM 4,2460 pada perdagangan 24 Agustus 2015. Sepanjang 2015, Ringgit berada di kisaran RM 3,1415-4,2995 per dolar AS.

Kurs Ringgit pernah berada di posisi dengan level 17 tahun lalu, dan menjadi mata uang terburuk di kawasan Asia. Bursa saham Malaysia juga ikut tertekan. Indeks KLCI ditutup di level 1,613.80 pada perdagangan Jumat 28 Agustus 2015. Indeks KLCI sempat sentuh level terendah sepanjang 2015 di kisaran 1,532,14 pada 24 Agustus 2015. Dana investor asing keluar dari Malaysia pun mencapai lebih dari US$ 3 miliar sepanjang 2015.

Ekonom BCA, David Sumual menuturkan mata uang negara berkembang cenderung melemah termasuk Ringgit Malaysia. Sentimen eksternal seperti rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) dan China melemahkan mata uang atau devaluasi Yuan telah berdampak negatif. Namun sentimen internal juga menambah tekanan.

"Ada dugaan korupsi kepada Perdana Menteri Malaysia Najib Razak terutama soal 1 Malaysia Development Berhad. Sentimen ini rentan terhadap Ringgit," ujar David saat dihubungi Liputan6.com, seperti ditulis Minggu (30/8/2015).

David mengatakan, kondisi gejolak politik dan ekonomi terjadi di Malaysia dapat memberikan sentimen negatif ke Indonesia dilihat dari financial channel. Hal itu menjadi kekhawatiran yang dapat berdampak negatif ke Indonesia. "Jadi Indonesia dan Malaysia berada dalam satu kawasan Asia Tenggara, ketika fund manager asing menganggap ASEAN kurang baik maka mereka dapat mengurangi bobot investasi di kawasan ASEAN terutama di saham dan obligasi. Memang tidak semua fund manager seperti itu, jadi harapannya fund manager lain masih tetap investasi," jelas David.

Karena itu, David mengharapkan pemerintah dapat menjaga sentimen positif di Indonesia, dan menjaga keyakinan kepada investor kalau Indonesia tetap melanjutkan pembangunan infrastrukturnya. Indonesia juga diharapkan tidak tertular dengan kondisi Malaysia, tetapi berupaya konsolidasi untuk menjaga kondisi ekonomi dan politiknya.

"Pemerintah harus segera cepat menyiapkan langkah-langkah dan menciptakan kepercayaan. Sejumlah peresmian pembangunan proyek infrastruktur seperti PLTU Batang dan nanti ada Sarula itu dapat membangkitkan optimisme ke depan," kata David.

David menambahkan, pemerintah perlu menyiapkan langkah dan rencana mulai dari pesismistis, moderat dan konservatif untuk menghadapi tekanan eksternal terutama kebijakan Amerika Serikat dan China sedang melakukan penyesuaian. David menilai memang kondisi sekarang cukup sulit untuk mulai memperbaiki kondisi industri manufaktur dan membangun infrastruktur. Pembangunan infrastruktur dan manufaktur dilakukan lebih baik ketika ekonomi sedang bagus.

"Di dalam negeri juga jangan ikutan sakit. Akan tetapi mulai lakukan perencanaan dan pembangunan dari pada tidak melakukan apa-apa. Indonesia harus membenahi industri manufaktur dan infrastruktur agar tetap tumbuh," ujar David.

Hal senada dikatakan Kepala Riset PT NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada. Ia menuturkan ekonomi Malaysia bergejolak akan berpengaruh terhadap perusahaan-perusahaan yang sudah investasi di Indonesia. Selain itu, ekonomi Malaysia melemah juga menimbulkan persepsi negatif sehingga dapat berpengaruh ke Indonesia. "Walau pun ekonomi kita bisa dianggap lebih baik tetapi secara persepsi akan kena juga. Pelemahan Ringgit juga dapat memicu nilai tukar rupiah melemah karena secara sentimen dan persepsi berada dalam satu kawasan," kata Reza.

Kalau dilihat dari perdagangan, ekspor non migas Indonesia ke Malaysia cukup besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Malaysia juga menjadi negara tujuan utama ekspor. Tercatat ekspor non migas Indonesia ke Malaysia mencapai US$ 496,3 juta pada Juli 2015. Angka ini memang turun US$ 96,9 juta dibandingkan periode Juni 2015 sebesar US$ 593,2 juta. Ekpor non migas RI ke Malaysia mencapai US$ 3,81 miliar dari Januari-Juli 2015, atau naik 4,87 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. (Ahm/Igw)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya