Pengusaha: Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Harus Ada Terobosan

Hipmi berharap cakupan paket kebijakan ekonomi bersinergi dengan lembaga seperti OJK dan Bank Indonesia.

oleh Ifsan Lukmannul Hakim diperbarui 30 Agu 2015, 14:21 WIB
(Foto: Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) berharap paket besar kebijakan ekonomi pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi nasional memiliki terobosan baru dan membangkitkan optimisme dunia usaha dan pasar akan ekonomi nasional.

"Kalau hanya repackaging bahan dari yang sudah-sudah atau yang lama. Nanti bisa anti klimaks lagi. Kami harapkan ada terobosan baru dan mampu bangkitkan optimisme dunia usaha dan pasar," ujar Ketua Umum BPP Hipmi Bahlil Lahadalia, seperti dikutip dari keterangan yang diterbitkan Minggu (30/8/2015).

Ia menuturkan, kebijakan besar yang akan diambil pemerintah tidak hanya biasa-biasa saja. Namun ada sesuatu besar, baru bersifat fundamental nyata, dan berdampak langsung dalam jangka pendek sehingga dunia usaha dan pasar merespons secara positif bahkan antusias memperkuat ekonomi dan investasi domestik.

Bahlil menuturkan, belajar dari pengalaman, paket-paket ekonomi sebelumnya hanya disambut dingin oleh investor, dunia usaha dan pasar. Dia mencontohkan, tidak ada terobosan di sektor pembiayaan di paket sebelumnya. Meski pun insentif fiskal sudah berjubel, namun pembiayaan dari lembaga keuangan tetap saja seperti biasa.

Karena itu, Hipmi berharap agar cakupan paket kebijakan ekonomi bersinergi dengan lembaga-lembaga seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) agar kebijakan nantinya dapat lebih feasible secara makro prudensial namun juga dapat mendorong sektor peran keuangan lebih ekspansif.

Bahlil menuturkan, saat ini terjadi ketimpangan yang besar antara sektor keuangan dan riil. Di satu sisi, sektor keuangan dapat tumbuh atraktif, di sisi lain sektor riil makin terpuruk.

"Contoh lagi di situasi semacam sekarang saja, net interest margin (NIM) bahkan naik menjadi di atas lima persen. Sedangkan industri non migas lainnya terus menurun, lama-lama bisa di bawah enam persen," kata Bahlil.

Berani Tidak Populer

Hipmi pun menantang pemerintah berani mengambil kebijakan yang dapat memulihkan ekonomi meski kebijakan itu kemudian tidak populer. Misalkan masalah pertambangan, kepastian hukum, serapan anggaran, regulasi ketat di perikanan, hambatan ekspor, dan fiskal.

"Di sektor-sektor ini harus dideregulasi atau pelonggaran, relaksasi dan sejenisnya. Yang terjadi sekarang pengetatan di mana-mana. Jadi mana ada investor berminat," kata Bahlil.

Ia menilai, faktor tersebut yang memperkuat harapan akan perlambatan ekonomi nasional sehingga pasar masih melihat fundamental ekonomi Indonesia masih melemah ke depan. Meski pasar global bergejolak, Bahlil menilai, ekonomi seharusnya masih dapat tertolong dengan memperkuat dan menjaga pasar domestik. Lantaran pasar domestik ukurannya sangat besar dan terbukti mampu menopang ekonomi saat krisis keuangan pada 2008.

"Masalahnya pasar domestik ini tidak terjaga, dan ikut melemah dari sisi permintaan. Apa lagi belanja modal pemerintah sangat lambat," kata dia.

Bahlil mengatakan, ekonomi nasional hanya dipengaruhi dua hal. Pertama, kondisi pasar global secara eksternal dengan semua terintegrasi dalam perekonomian global ikut terkoreksi. Kedua penguatan fundamental ekonomi di sektor riil.

"Yang pertama bukan kedaulatan ekonomi kita dan kedua dalam kedaulatan ekonomi. Kita konsen saja urus yang di dalam, fundamentalnya diperbaiki," kata Bahlil.

Pemerintah akan meluncurkan paket besar kebijakan ekonomi untuk memperbaiki kondisi ekonomi nasional. Langkah-langkah yang masuk dalam paket kebijakan itu mencakup sektor keuangan, deregulasi, hingga kebijakan baru seperti fasilitas pembebasan pajak penghasilan (tax holiday).  (Ilh/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya