Liputan6.com, Jakarta - Proses waktu bongkar muat di pelabuhan atau dwelling time lama menjadi salah satu faktor membuat biaya produksi makin tinggi. Hal itu membuat produksi atau barang menjadi tidak kompetitif.
Untuk mengatasi hal itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo menuturkan pemerintah perlu membenahi otoritas pelabuhan.
Advertisement
"Otoritas pelabuhan harus bertanggung jawab sekarang lagi dibenahi perizinannya," ujar Agus pada Minggu (30/8/2015).
Ia menambahkan, pemerintah juga perlu membuat single data base untuk mengambil data sehingga pelayanan menjadi lebih cepat. Importir pun diimbau segera mengurus perizinan.
"Kementerian koordinator segera membuat aturan jelas di line pertama dengan cek fisik," kata Agus.
Sementara itu, Mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier optimistis masalah dwelling time dapat segera diselesaikan. Hal itu lantaran ada keinginan pemerintah untuk memperbaikinya. Ditambah menggandeng kepolisian untuk menyelesaikan dwelling time, dan sejumlah langkah-langkah yang akan dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim Rizal Ramli.
Sebelumnya Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menghasilkan sejumlah strategi untuk dilaksanakan mengatasi lamanya waktu bongkar muat di pelabuhan atau dwelling time.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli mengatakan strategi tersebut adalah menerapkan kembali jalur hijau dan jalur merah pada barang yang akan keluar masuk pelabuhan. Barang yang termasuk kategori jalur merah dievaluasi kembali, jika layak akan dipindahkan ke jalur hijau. Sehingga akan memangkas proses perizinan yang memakan waktu.
"Dulu kami kembangkan sistem jalur hijau dan merah, importir eksportir kredibel yang tidak neko-neko dimasukkan jalur hijau. Akan tetapi buat importir eksportir yang reputasinya dirgukan masuk jalur merah," kata Rizal.
Rizal menambahkan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mengubah lokasi pemeriksaan di pabrik atau lokasi lain di luar pelabuhan. Langkah itu dilakukan untuk mempercepat proses pemeriksaan barang yang akan diekspor.
"Kedua kita terlalu banyak pra audit. Padahal di Undang-undang Bea Cukai yang saya bantu bikin yaitu kembangkan post audit tidak usah diperiksa di Tanjung Priok tapi secara random di pabriknya. Paradigma shift kalau masuk jalur hijau kami lakukan post audit," tutur Rizal.
Strategi berikutnya adalah peningkatan biaya penyimpanan kontainer pelabuhan Tanjung Priok. Rizal menduga ada permainan antara pemilik barang dengan operator pelabuhan tersebut dalam penyimpanan barang di pelabuhan. Lantaran biaya penyimpanan di luar pelabuhan lebih mahal.
"Ketiga biaya penyimpanan kontainer di Tanjung Priok murah banget ketimbang di gudang luar. Pelindo senang juga kontainer di situ dapat Rp 1 triliun kalau lama, kita ubah sistem biayanya supaya kita naikkan," ungkap Rizal Ramli.
Ia melanjutkan, strategi lain adalah mengaktifkan kereta barang sebagai alat angkut di pelabuhan, dengan begitu dapat memangkas arus lalu lintas truk barang di pelabuhan. (Ilh/Ahm)