Liputan6.com, Jakarta Sebelum menyusun jadwal berolah raga bagi penderita penyakit jantung koroner, seorang dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dapat melakukan beberapa pemeriksaan awal, di antaranya elektrokardiografi yang diikuti dengan tes treadmill. Ini untuk mengetahui kemungkinan dan keparahan penyakit jantung koroner. Pemeriksaan ini juga berperan menentukan intensitas latihan yang sesuai dan batas toleransi berolah raga dari masing-masing pasien.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah ekokardiografi atau USG jantung yang mampu menilai fungsi jantung pasien, termasuk di dalamnya kemampuan pompa jantung. Pada kondisi jantung dengan daya pompa yang kurang baik, olah raga dapat memicu timbulnya gagal jantung yang memiliki dampak negatif pada pasien. Karena itu, pada kasus-kasus tertentu pemeriksaan pendahuluan, dokter wajib menentukan jadwal, intensitas, dan jenis olah raga yang cocok bagi para pasien.
Advertisement
Meskipun belum ada panduan resmi mengenai aturan olah raga pada penderita penyakit jantung koroner, sebagian besar ahli menyarankan para penderita penyakit jantung koroner tetap berolah raga. Tentu bergantung pada berat dan ringannya penyakit jantung koroner yang dialami. Para ahli di Amerika Serikat merekomendasikan olah raga ketahanan atau endurance training ringan sampai moderat bagi para penderita penyakit jantung koroner pada umumnya. Setiap minggu disarankan agar penderita penyakit jantung koroner melakukan olah raga dengan pengeluaran energi setidaknya 500 – 1000 kalori per minggu.
Intensitas ringan
Sebagai contoh, seorang penderita penyakit jantung koroner dengan riwayat serangan jantung ringan ingin memulai berolah raga. Setelah berkonsultasi, dokter memutuskan bahwa pasien boleh berolah raga dengan intensitas ringan (500 kalori seminggu). Untuk mencapai target kalori yang diinginkan pasien memilih olah raga jalan pagi. Sesuai dengan tabel 2 mengenai pengeluaran kalori kita dapat melihat bahwa jalan pagi dengan kecepatan 5 km/jam mampu mengeluarkan kalori sebanyak 280 kalori. Dengan demikian, pasien harus berjalan sedikitnya 9 km dalam waktu seminggu.
Apabila pasien memilih berolah raga 6 kali dalam seminggu, ia harus berjalan sekitar 1,5 km setiap harinya dan apabila ia hanya memiliki waktu 3 kali dalam seminggu, ia harus berjalan setidaknya 3 km setiap hari. Apabila 3 km terlalu jauh untuk pasien dalam sekali perjalanan, maka ia dapat membagi jarak tersebut di waktu pagi dan sore hari. Tentu penyusunan jadwal, intensitas, dan waktu harus didiskusikan dengan dokter yang merawat disesuaikan dengan jadwal kerja pasien. Intinya, olah raga sangat berguna untuk kesehatan jantung pasien dan sangat aman bila dilakukan dengan benar. Syaratnya sebelumnya, mesti konsultasi dengan dokter spesialis penyakit jantung koroner dan pembuluh darah.
Advertisement
Solusi Penting
Solusi Penting
Olah raga merupakan salah satu solusi terpenting untuk pencegahan penyakit degeneratif khususnya penyakit jantung koroner, namun olah raga juga memiliki risiko untuk memicu timbulnya serangan jantung bagi para penderita penyakit jantung koroner, terutama untuk penderita yang sebelumnya menjalani hidup yang pasif atau sedentary life style. Oleh karena itu, konsultasi dengan dokter harus dilakukan sebelum menyusun jadwal berolah raga.
Namun, perlu pula diperhitungkan risiko dan manfaat yang didapat oleh penderita dengan berolah raga, meskipun dari penellitian yang telah dilakukan di Universitas Harvard, tampak bahwa olah raga memilki lebih banyak manfaat daripada kerugian asal dilakukan secara tepat bekerja sama dengan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah. Oleh karena itu tidak ada istilah terlambat untuk memulai mengubah gaya hidup bagi para penderita penyakit jantung koroner dengan berolah raga, meskipun tentunya harus dengan pengawasan yang lebih ketat dan konsultasi dokter secara rutin.
Tetapi langkah yang terbaik bagi para pembaca adalah untuk memulai berolah raga sebelum penyakit jantung koroner mendahului kita. Di samping itu, cara hidup pasif atau sedentary life style harus dihindari, ditambah dengan diet dan nutrisi yang seimbang, dan konsultasi kesehatan rutin untuk mendapatkan kesehatan yang maksimal sampai usia senja.
Dr. Johan Winata, Sp.JP-FIHA
RS Mitra Keluarga Kalideres
Sumber Pustaka :
• Debra L Sherman, dkk. 2002. Textbook of Cardiovascular Medicine : Exercise and Physical Activity. Edisi 2. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins. Halaman 75-88.
• Leung FP, dkk. Exercise, vascular wall and cardiovascular diseases: an update. Sports Med. 2008;38(12):1009-24.
• Gielen S, dkk. Exercise training and endothelial dysfunction in coronary artery disease and chronic heart failure. From molecular biology to clinical benefits. Minerva Cardioangiol. 2002 Apr;50(2):95-106.
• Gielen S, dkk. Exercise training in coronary artery disease and coronary vasomotion. Circulation. 2001 Jan 2;103(1):E1-6.
• Linke A, dkk. Exercise and the coronary circulation-alterations and adaptations in coronary artery disease. Prog Cardiovasc Dis. 2006 Jan-Feb;48(4):270-84.
• Gielen S dan Hambrecht R. Effects of exercise training on vascular function and myocardial perfusion. Cardiol Clin. 2001 Aug;19(3):357-68.
• www.annecollins.com/weight_loss_tips/exercise.htm