Menko Polhukam Pastikan Indonesia Tidak 'Banjir' Pekerja Tiongkok

Tapi Luhut tidak membantah terdapat sejumlah pelanggaran keimigrasian atau izin kerja yang dilakukan oleh pekerja asal Tiongkok

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 31 Agu 2015, 21:15 WIB
Imbas turunnya harga minyak dunia ternyata mengguncang perusahaan-perusahaan besar migas di dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koodinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Pohukam) Luhut Binsar Pandjaitan berharap isu mengenai tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia khususnya yang berasal dari Tiongkok tidak perlu dibesarkan. Ia bahkan membantah adanya 'banjir' pekerja Tiongkok pada sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Tanah Air.

Luhut menjelaskan, berdasarkan data Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang diterbitkan Kementerian Ketenagakerjaan per Januari 2014 hingga Mei 2015 terdapat sekitar 41 ribu buruh asal Tiongkok yang mendapatkan izin kerja. Angka ini lebih sedikit jika dibanding tenaga kerja asing asal negara lain.

"Ada rumor yang tidak benar, yaitu adanya tenaga pekerja asing dari Tiongkok yang datang sudah berpuluhan ribu. Angka yang benar 13 ribu. Angka itu sangat kecil dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja asing di Indonesia atau jumlah tenaga kerja Indonesia di luar," ujar Luhut Binsar Pandjaitan di kantornya, Jakarta, Senin (31/8/2015).

Meski demikian, ia pun tidak membantah terdapat sejumlah pelanggaran keimigrasian atau izin kerja yang dilakukan oleh pekerja asal Negeri Tirai Bambu tersebut. Namun hal tersebut masih dalam taraf kewajaran.

"Tidak ada pekerja dari Tiongkok yang berbondong-bondong datang kemari. Memang ada beberapa pelanggaran, tapi pada umumnya yang masuk ada tenaga ahli. Karena proyek Tiongkok itu banyak, tidak salah juga mereka datang. Tapi jumlah waktu kerjanya dibatasi Keimigrasian dan Kemenaker," tegas Luhut.

Sementara itu Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri juga menjelaskan bahwa pemerintah saat ini sangat tegas terhadap regulasi yang mengatur ihwal izin pekerja asing. Menurut dia, setiap pekerja di Indonesia hanya diberi izin paling lama 6 bulan. Dan setelah selesai mereka segera pulang ke negaranya.

"Itu sifatnya sementara dengan masa kerja hanya 6 bulan di tahap konstruksi, bukan produksi. Setelah itu mereka harus angkat kaki," tegas Hanif.

Sedangkan mengenai wacana penghapusan bahasa Indonesia sebagai salah satu syarat pekerja asing datang ke Tanah Air, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga menyebut bahwa hal ini hanya untuk meningkatkan investasi semata.

"Kepentingan dasarnya adalah untuk mendukung kebijakan investasi. Di regulasi kami lakukan di semua level pemerintahan agar investasi tumbuh dan berkembang. Investasi dilakukan untuk pembangunan dan menciptakan lapangan pekerjaan. Untuk siapa? Pasti untuk tenaga kerja dalam negeri," terang dia.

Selain itu, perkara bahasa ini kata Hanif juga terkait soal alih teknologi yang akan diterapkan oleh para pekerja asing tadi.

"Dalam konteks bahasa Indonesia, ada kewajiban secara implisit bagi perusahaan, yaitu alih teknologi. Tenaga asing yang mau alih teknologi harus menguasai bahasa Indonesia. Mana bisa mau alih teknologi kalau tidak menguasai bahasa Indonesia. Sebagai syarat masuk memang tidak dipakai, tapi tetap diperlukan. Jadi tidak perlu khawatir," pungkas Hanif. (Gen/Ans)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya