Liputan6.com, Jakarta - Komisi IV DPR merekomendasikan agar pembangunan reklamasi Teluk Jakarta dihentikan sementara pada Rapat Panitia Kerja (Panja) Pencemaran Lingkungan dan Laut. Sebab, analisis dampak lingkungannya belum bisa diketahui karena belum juga disetujui Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkoordinasi menyoroti permasalahan tersebut.
Advertisement
"Pencemaran laut berasal dari daratan, laut dan kegiatan udara. Laut sudah jadi comberan saja. Tidak menutup kemungkinan jika tidak ada sinergi lintas kementerian, keefektifan penegakan hukum tidak efektif," kata Herman saat rapat dengan pihak KKP di ruang rapat Komisi IV DPR, Senayan, Jakarta, Senin (31/8/2015) malam.
Politisi Partai Demokrat ini memberi contoh, rapat kepada KLHK untuk reklamasi pantai utara Jakarta perlu kerja sama baik dengan KKP. Sebab menurutnya, masih banyak masalah yang perlu menjadi perhatian khusus.
"Ijin di KKP tapi amdalnya di LHK. Belum lagi dampak limbah yang tentu kurang baik. Belum lagi pertimbangkan sisi manusia. Jadi reklamasi Teluk Jakarta saya rasa berdampak pada kehidupan manusia di sana. Ini berpegaruh pada masyarakat pesisir. Mayoritas nelayan. Mau di kemanakan?" tanya dia.
Selain itu, Herman mengatakan jangan hanya melihat dari sisi banyak sedikitnya dampak pencemaran, namun juga perlu diperhatikan urgensinya.
"Kita hadir sebagai birokrat dan DPR demi kemaslahatan rakyat. Ini yang jadi rekomendasi kita untuk dihentikan sementara sampai perizinan dan sebagainya selesai. Bukan kita menghambat tapi seluruh kegiatan harus dihentikan kalau caranya juga merugikan masyarakat lain," tandas Herman.
Cabut Pergub
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR Ihsan Yunus menyarankan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merekomendasikan pencabutan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2238 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Teluk Jakarta.
Menurutnya, Pergub tersebut bisa dibatalkan Kementerian Dalam Negeri, sebab berkaitan dengan Undang-Undang Otonomi daerah yang merupakan ranah Kemendagri.
"Reklamasi sudah bertahun-tahun, keluar Pergub 2014 oleh pemprov DKI dengan merujuk Keppres 95 dasarnya legal. Padahal di UU 27 tentang pesisir ditetapkan sebagai kawasan strategi nasional. Kalau terkait otonomi daerah Kemendagri punya hak mencabut peraturan di atasnya. Kalau ini melanggar kenapa nggak cabut aja, nggak usah nunggu PTUN," beber Ihsan.
Sebelumnya, sebuah LSM Jakarta Monitoring Network (JMN) melayangkan gugatan ke Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) terkait terbitnya Pergub tersebut. Namun, Ihsan menilai, soal Pergub bukan ranah PTUN melainkan kewenangan Pemerintah untuk mencabutnya.
"Peraturan Gubernur enggak usah dimasukin ke PTUN, Kemendagri berhak mencabut UU jika melanggar UU di atasnya," ujar Ihsan.
Untuk itu, dia merekomendasikan agar KKP melayangkan permohonan ke Kemendagri untuk segera mencabut Pergub tersebut.
"Sampai sekarang kan KKP dan KLHK enggak pernah keluarkan amdal. Itu Gubernur doang. Pergub yang ngelanggar UU bisa dicabut, kalau berdasar UU Otonomi Daerah. Nggak usah nunggu PTUN," tandas Ihsan. (Ado/Bog)