Ahok: Buku Pelajaran Karakter Bukan Atheis, Tapi Deradikalisasi

"Itu bukan buku wajib untuk pembelajaran di sekolah. Tapi bukunya itu diterbitkan memang bertujuan agar pelajar tidak lagi tawuran."

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 03 Sep 2015, 07:51 WIB
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, saat menyapa awak media (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Buku pelajaran 'Program Pelajar Jakarta Berkarakter' bagi siswa di Jakarta menuai protes. Isi dari buku itu dinilai mengajarkan tidak percaya adanya Tuhan.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sudah mengetahui adanya buku itu. Dia juga mendapat foto melalui pesan singkat di BlackBerry Messenger (BBM) berisi isi buku yang dinilai menyesatkan.

Ahok menyatakan, buku itu sama sekali tidak mengajarkan untuk tidak percaya Tuhan atau atheis. Buku itu justru sangat bagus untuk menangkal radikalisme.

"Bukan atheis, saya sudah cek itu. Ternyata orang yang baca buku enggak baca habis, itu justru ternyata dideradikalisasi," kata Ahok di Balaikota, Jakarta, Rabu 2 September 2015.

Bagi Ahok, kemunculan foto itu tidak lepas dari tidak telitinya orang yang membaca. Dia juga tidak khawatir dengan tersebarnya foto itu akan menimbulkan gejolak di tengah masyarakat.

"Itu orang enggak baca abis, jadi orang itu yang baca kirim BBM ke saya foto semua, dia bacanya cuma di tengahnya," tambah Ahok.

Ahok mengatakan, seharusnya masyarakat lebih teliti dan membaca dengan cermat sebelum disebarluaskan di sosial media. Sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. "Kalau dia baca habis ini buku bagus nasionalis banget. Buku justru unuk menangkis paham ekstrem," tutur Ahok.


Menangkal Tawuran

Senada dengan Ahok, Kepala Dinas Pendidikan Arie Budiman mengatakan, tidak ada yang salah dengan buku itu. Pihak yang menilai buku itu menyimpang karena tidak membaca seluruhnya buku itu.

"Tidak sama sekali bertentangan dengan ajaran agama. Bacanya jangan sepotong-potong. Yang menyebarkan foto-fotonya itu hanya mengambil bagian yang sepotong-potong. Baca buku kan tidak bisa seperti itu," jelas Arie di Balaikota, Jakarta, Rabu 2 September 2015.

Menurut Arie, buku tersebut bukan buku wajib yang harus dipelajari setiap siswa. Buku itu sengaja disiapkan untuk menangkal banyaknya tawuran di kalangan pelajar.

"Itu bukan buku wajib untuk pembelajaran di sekolah. Tapi bukunya itu diterbitkan memang bertujuan agar pelajar tidak lagi tawuran, dan tentunya deradikalisasi," imbuh Arie.

Arie menilai, pihak yang telah menyebarkan foto di sosial media itu tidak adil. Mereka tidak memotret penjelasan seluruhnya dari buku itu. Sehingga terjadi kegaduhan di masyarakat.

"Intinya bukunya itu tidak sama sekali bertentangan dengan ajaran agama. Apalagi pembina Yayasan Al Kahfi itu kan orang MUI juga. Jadi sudah diendorse lah itu sama MUI," tutur Arie.

Program Pelajar Berkarakter

Kemunculan kutipan buku itu menuai kontroversi karena dinilai menyudutkan Islam. Dalam buku itu tertulis, agama hanya buah dari keputusasaan jiwa dan membawa manusia pada penderitaan hidup karena selalu menjadi penyebab peperangan dan mengajurkan penganutnya sebagai teroris. Ada beberapa kutipan ayat Alquran yang juga disisipkan dalam buku itu.

Kontroversi isi buku tersebut tak hanya itu. Di halaman lain, penulis menyebut bahwa semua fenomena di alam sekadar hasil dari mekanisme natural, lepas dari campur tangan Tuhan. Penulis menyandarkan pendapatnya pada tesis Isaac Newton tentang ketetapan hukum alam.

Penulis juga mendorong orang untuk tidak lagi meminta pertolongan Tuhan karena manusia bisa mengatur urusannya sendiri. (Mvi/Ali)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya