Bursa Asia Mengikuti Wall Street

Indeks MSCI Asia Pasifik naik 0,4 persen menjadi 126,45 pada pukul 09.01 waktu Tokyo, Jepang.

oleh Arthur Gideon diperbarui 03 Sep 2015, 08:35 WIB
Bursa Asia (REUTERS/Beawiharta)

Liputan6.com, Jakarta - Saham-saham di kawasan Asia Pasifik (bursa Asia) menguat mengikuti kenaikan yang terjadi pada bursa Amerika Serikat (Wall Street). Sementara, pasar saham di China dan Hong Kong tutup.

Mengutip Bloomberg, Kamis (3/9/2015), Indeks MSCI Asia Pasifik naik 0,4 persen menjadi 126,45 pada pukul 09.01 waktu Tokyo, Jepang. Bursa saham di China ditutup melemah.

Indeks Kospi Korea Selatan naik 0,7 persen dan Indeks S&P/ASX 200 Australia naik 0,5 persen. Sedangkan indeks NZX 50 Selandia Baru juga menguat 0,7 persen.

"Suatu yang sederhana terjadi, bursa China yang biasanya selalu menjadi sentimen besar bagi pergerakan Bursa Asia tutup karena memperingati akhir dari Perang DUnia II," tutur Kepala Analis IG Ltd, Chris Weston.

Karena tutupnya pasar China dan Hong Kong tersebut, maka bursa Asia melihat atau fokus kepada sentimen global yaitu bursa Amerika dan beberapa data dalam negeri di masing-masing negara.

Menengok di Wall Street, pada penutupan perdagangan Rabu kemarin mengalami penguatan yang cukup tinggi setelah mengalami penurunan yang dukup dalam.

Dow Jones Industrial Averange melonajk 1,82 persen dan berakhir di level 16.351,31. Sedangkan Standard & Poor (S&P) 500 naik 1,83 persen menjadi 1.948,85. INdeks Nasdaq Composite juga bergerak sama, ditutup menguat 2,46 persen ke level 4.749,98.

Dalam dua pekan terakhir, pelaku pasar memang telah menjalani perdagangan drama yang cukup luar biasa. Indeks terus berayun ke zona positif dan negatif yang cukup lebar. Bahkan, Indeks S&P 500 sempat menorehkan penurunan bukanan terburuk dalam tiga bulan terakhir dan kehilangan 8,5 persen dari penguatan yang telah dicetak pada Mei lalu.

"Kenaikan hampir 2 persen pada perdagangan hari ini bukan merupakan pemulihan, tapi lebih mendekati ke masalah volatilitas pasar. Pelaku pasar sedang gugup dengan ketidakmampuan melihat apa yang akan terjadi," jelas CEO Longbow Asset Management, Tulsa, Oklahoma, AS, Jake Dollarhide. (Gdn/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya