Liputan6.com, Jakarta - Upaya pemerintah untuk kembali menaikkan target cukai rokok dikritik. Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Muhaimin Moefti menganggap langkah pemerintah ini dapat mematikan industri.
“Kenaikan target cukai 2016 sebesar 23 persen ini sangat eksesif, dibandingkan dengan kenaikan tahun-tahun sebelumnya yang berada di kisaran 7persen hingga 9 persen,” ujar Moefti dalam keterangannya, Kamis (3/9/2015). Menurutnya, industri tembakau kini berada di ujung tanduk karena target yang dipatok pemerintah tidak memerhatikan daya beli konsumen.
Selama ini pemerintah selalu menjadikan cukai sebagai sumber penerimaan cadangan. Saat penerimaan lain gagal mencapai target, cukai selalu berhasil memenuhi target penerimaan.
Saat ini cukai hasil tembakau menyumbang 95 persen penerimaan cukai dan sekitar 9,5 persen penerimaan pajak negara. Sebagai sumber penerimaan cadangan, setiap tahunnya pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau demi mengejar target penerimaan negara.
Namun Muhaimin Moefti menjelaskan pemerintah juga harus memerhatikan kemampuan industri. “Dalam kurun waktu lima tahun terakhir saja, ratusan perusahaan rokok gulung tikar dan telah terjadi PHK besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan kecil maupun besar. Ini harus diperhatikan oleh pemerintah,” lanjut Moefti.
Penurunan jumlah pabrikan tembakau dalam kurun waktu empat tahun memang sangat drastis. Pada tahun 2010, ada 1.994 pabrikan tembakau di Indonesia. Menurun secara drastis pada tahun 2014 menjadi 995 pabrikan tembakau. Bahkan di tahun 2014, diperkirakan terjadi PHK terhadap lebih dari 20 ribu pekerja industri rokok. Hal ini terjadi baik di perusahaan kecil dan besar.
Anggapan pemerintah bahwa kenaikan target cukai rokok dapat memenuhi target penerimaan negara dalam kondisi ekonomi lesu seperti ini juga dikritik oleh ekonom. Menurut Ekonom Universitas Airlangga, Bambang Eko Afianto, pemerintah terlalu tergesa-gesa menaikkan target cukai rokok di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang sedang sulit. “Bila cukai terlalu tinggi, target APBN belum tentu tercapai, yang rugi pemerintah,” ujar Bambang.
Kinerja industri tembakau di tahun 2015 ini juga tidak terlalu menggembirakan. seiring dengan lesunya kondisi ekonomi dan menurunnya daya beli masyarakat. Hal ini tercermin dari menurunnya produksi rokok di tahun 2014 dan 2015. Penurunan diperkirakan sebesar 2 persen dari produksi 2014 sekitar 344 miliar batang.
Sejalan dengan Muhaimin Moefti, Ekonom Universitas Airlangga ini meminta pemerintah lebih realistis dengan menaikkan target cukai pajak sebesar 7 persen. Bambang berharap pemerintah menyadari pentingnya industri rokok yang selama ini berkontribusi secara signifikan terhadap APBN.
Dalam mengambil keputusan menaikkan target cukai, pemerintah tidak pernah mengajak bicara asosiasi terkait untuk mencari solusi. Akibatnya pemerintah tidak memahami aspek ekonomi-sosial yang dibebankan dengan kenaikan target cukai ini. (Gdn/Ndw)
Naikkan Cukai, Pemerintah Diminta Perhatikan Industri
Saat ini cukai hasil tembakau menyumbang 95 persen penerimaan cukai dan sekitar 9,5 persen penerimaan pajak negara.
diperbarui 03 Sep 2015, 11:36 WIBPegawai Pabrik Rokok
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Kementan Paparkan Tata Cara Pendaftaran Brigade Swasembada Pangan, Berikut Kriterianya
Kasus Polisi Tembak Polisi, Akademisi: Proses Secara Hukum yang Berlaku
Top 3 Islami: Menurut Gus Baha Gelar Hajatan Itu Haram, Ini Alasannya
Cuaca Hari Ini Sabtu 23 November 2024: Jakarta Pagi Hingga Malam Berawan dan Berawan Tebal
Ford Ungkap Tiga Produk Barunya di GJAW 2024, Ada yang Harga Rp 1,3 Miliar
7 Tips Raih Kesuksesan Sebelum Usia 30 Tahun
3 Resep Cheesecuit, Kreasi Biskuit untuk Piknik di Akhir Pekan
Laporan Bybit dan Blocks Scholes Sambut Donald Trump sebagai Presiden Kripto AS
Tips Rajin Belajar: Panduan Lengkap untuk Meningkatkan Semangat dan Prestasi Akademik
Menikmati Keindahan Lubuak Ranting, Hidden Gem di Tanah Minang
Wamenpora Taufik Hidayat Semringah Kejuaraan Renang Antarklub 2024 Diikuti 900 Atlet Muda
RMK Energy Muat 7,5 Juta Ton Batu Bara hingga Oktober 2024