Cukai Rokok Naik, Dirjen Bea Cukai Jamin Tak Akan Ada PHK

Ditjen Bea Cukai harus mengejar target penerimaan cukai sampai akhir tahun depan sebesar Rp 155,5 triliun.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 03 Sep 2015, 12:49 WIB
Pemerintah berencana menaikkan kembali cukai rokok

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan menjamin kenaikan tarif cukai rokok tahun depan tidak akan mengganggu produksi rokok yang dapat berujung pada Pemutusan Hubungan Karyawan (PHK). Syaratnya, kenaikan pungutan tarif cukai yang ditetapkan tidak memberatkan beban pengusaha rokok.

Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi mengatakan, saat ini kondisi perekonomian sedang sulit sehingga kenaikan tarif cukai rokok bukan menjadi satu-satunya faktor yang menghimpit pengusaha.

"Kalau kenaikan tarifnya proporsional, tentu tidak pengaruh ke pemangkasan karyawan. Kan ada faktor lain, seperti perlambatan ekonomi dan lainnya," papar dia usai FGD Cukai Rokok di kantornya, Jakarta, Kamis (3/9/2015).

Ditjen Bea Cukai, kata Heru, harus mengejar target penerimaan cukai sampai akhir tahun depan sebesar Rp 155,5 triliun dari total pendapatan bea dan cukai yang dipatok Rp 197,3 triliun.

Setoran ini naik dari target penerimaan cukai pada 2014 sebesar Rp 145,7 triliun. Sementara ‎realisasi penerimaan cukai pada tahun ini diperkirakan hanya Rp 138,9 triliun.

Meski peningkatan target penerimaan cukai sangat agresif, dia mengaku, kenaikan tarif cukai rokok bukan jalan terakhir untuk meraup pendapatan dengan cara instan. "Kenaikan dari Rp 138,9 triliun menjadi Rp 155 triliun itu hanya nominal, dan bukan dikonversi satu-satunya lewat tarif," papar dia.

Sebelumnya, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati menjelaskan, setiap tahun penerimaan cukai rokok untuk pemerintah terus naik. Namun secara bersamaan dari tahun 2010 sampai dengan 2014, sudah ada 999 pabrikan rokok yang gulung tikar, di mana hal ini juga berdampak kepada PHK.

Ia melanjutkan, perlu juga dicermati bahwa lebih dari 90 persen pekerja di pabrikan rokok adalah pekerja perempuan dengan pendidikan rata-rata Sekolah Dasar (dan Sekolah Menengah Pertama, yang penghidupan keluarganya sangat tergantung pada kelangsungan pekerjaan mereka.

Beban cukai yang ditanggung oleh industri pastinya akan berimbas kepada penurunan produksi. “Oleh karena itu, kenaikan cukai rokok bukan hanya mengancam pekerja di industri. dapat membunuh mata pencahariaan petani tembakau dan cengkeh akibat permintaan yang menurun,” ujarnya.

Oleh sebab itu, ia melanjutkan, dampak dari keputusan untuk menaikkan cukai rokok harus diantisipasi oleh pemerintah. Kesulitan yang dialami oleh industri pasti juga dirasakan oleh para pekerja. Sebab pada tahun 2014 saja ketika pemerintah tidak menaikkan cukai rokok karena bertepatan dengan pemberlakuan pengenaan pajak rokok daerah 10 persen, sudah tercatat ada 10 ribu tenaga kerja industri rokok yang terkena PHK pada 2014.

Pada tahun ini pun industri rokok diperkirakan 10 ribu pekerja juga akan diberhentikan. Menurut Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Hasan Aoni Aziz, perubahan tren konsumsi sigaret kretek tangan (SKT) menjadi sigaret kretek mesin (SKM) merupakan salah satu faktor.

“Adanya penurunan untuk konsumsi sigaret kretek tangan dan diikuti kenaikan yang hampir sama besarnya di sigaret kretek mesin. Ini berpengaruh dengan tenaga kerja, karena SKT itu banyak menyerap tenaga kerja,” ujar Hasan.

Ribuan orang terancam kehilangan pekerjaan. Pemerintah harus memerhatikan aspek ekonomi-sosial dalam mengambil kebijakan kenaikan cukai rokok kali ini. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya