Liputan6.com, NSW, Australia Hanya beberapa tahun belakangan, muncul gerakan aktivisme yang membuat masyarakat mengerutkan dahi: gerakan anti-vaksin.
Gerakan anti-vaksin didasari oleh kepercayaan beberapa orangtua yang kemudian terbukti melenceng. Menurut situs CSI Cop, orang tua yang bergabung dalam gerakan ini percaya kandungan bahan kimia dalam vaksin memberi efek buruk untuk anak-anak, salah satunya autisme. Selain itu vaksin dianggap tidak natural dan hanya memberi polusi bahan kimia dalam tubuh anak-anak.
Advertisement
Dengan segera, gerakan ini dilawan oleh orang-orang yang memiliki bukti ilmiah bahwa vaksin tidak berbahaya. Dibuktikan oleh CDC, sejak ditemukan vaksin, kasus penyakit Difteri dan Polio sirna. Vaksin juga tidak ada hubungannya dengan autisme. Bahkan beberapa aktivis menganggap keputusan untuk tidak memvaksin anak karena takut terhadap autisme adalah salah satu bentuk diskriminasi. Hal ini mengimplikasikan bahwa mereka menganggap autisme adalah sesuatu yang lebih ditakuti dibanding menyaksikan anak-anak meninggal di usia dini karena penyakit yang bisa dihindari dengan vaksin.
Nasi sudah menjadi bubur. Cukup banyak orangtua yang termakan ideologi ‘anti-vaksin’. Akibatnya, penyakit lama yang sudah jarang sekali ditemukan kasusnya kembali mewabah. Seperti campak yang memakan hampir 130 jiwa di AS pada tahun 2013, menurut WHO.
Bisa disimpulkan bahwa pilihan untuk melakukan vaksin terhadap anak-anak tentu lebih bijaksana. Kini, vaksin pun menjadi ‘wajib’ bagi orangtua. Pada awal tahun lalu, Australia pun membuat kebijakan “no jab, no pay”, yakni hukum yang mewajibkan orangtua untuk memberikan vaksin kepada anak-anaknya, dan jika tidak, mereka tidak akan digaji.
Juanita Halden, wanita asal NSW, Australia memiliki ide ‘ajaib’ untuk menentang vaksin, namun menjanjikan anak-anak lingkungan bebas dari wabah penyakit. Menurutnya, ‘sekolah anti vaksin’ yang didirikannya merupakan bentuk pemberontakan terhadap hukum “no jab, no pay” tersebut.
Penitipan Anak Bebas Vaksin
Penitipan Anak Bebas Vaksin
Halden mengungkapkan rencananya mendirikan penitipan khusus anak-anak yang tidak mendapat vaksinasi. Saat ini, proyek masih menjadi dalam perencanaan, pembangunan ‘The No Vacc Child Care Centre’ –pusat penitipan anak tanpa vaksin- akan dimulai pada tahun 2016 mendatang.
“Saya didatangi sejumlah ibu dan terus mendapatkan dukungan dari orangtua terhadap ide ini,” ungkap Halden dikutip News.com.au.
Namun ide baru selalu mendapatkan pro dan kontra dari masyarakat. Paul Corben, direktur kesehatan Distrik Kesehatan Lokal NSW Utara mewanti-wanti mengenai tingkat vaksinasi yang rendah di area tersebut. Ketidaktahuan tersebut diakibatkan oleh misinformasi dan ketakutan yang tak mendasar atas tingkat pendidikan yang masih rendah. Banyak warga yang percaya terhadap informasi sains kuno. Halden pun menjadi seseorang yang bertanggung jawab menyebarkan informasi usang tersebut.
Di halaman Facebook Daily Telegraph, sejumlah pengguna pun mengungkapkan protesnya. Neil Birdman, seorang pengguna menulis: “Akan menarik menyaksikan berapa banyak anak-anak yang terjangkit penyakit dibandingkan pusat anak-anak lainnya. Jika lebih dari rata-rata jumlahnya, teori Halden akan terbukti salah.”
Halden memiliki pandangan yang meleset. Ia menganggap protes itu merupakan bentuk larangan terhadap anak-anak yang tidak divaksin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Walau sesungguhnya, di bawah hukum daerah yang baru, anak-anak yang tidak divaksin karena ketidaksetujuan orangtua atau alasan agama bisa mendapatkan jaminan Commonwealth yang dilengkapi oleh suster atau GP setempat.
Advertisement