Dari 4.900 Pabrik Rokok di RI, Kini Cuma 600 Tersisa

Kenaikan cukai rokok akan memberatkan pengusaha.

oleh Nurmayanti diperbarui 04 Sep 2015, 13:15 WIB
Sejumlah pekerja menyelesaikan proses pelintingan rokok di pabrik rokok PT. Djarum, Kudus, Jateng, Selasa (8/4). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Liputan6.com, Jakarta - Keutua Gabungan Pengusaha Pabrik Rokok (GAPPRI) Ismanu Soemiran mengaku pengusaha rokok belum siap menghadapi kenaikan cukai kembali, apalagi dasar perhitungan penarikan cukai bertambah dari 12 bulan menjadi 14 bulan.

Dia menilai pemerintah seolah tutup telinga dengan berbagai keluhan industri. Bukti bahwa kenaikkan cukai berkolerasi dengan rontoknya pabrik rokok, seolah dianggap angin lalu.

Setelah tahun ini dikenakan target setoran cukai sebesar Rp 120 triliun, di tahun depan setoran cukai rokok makin melangit, mencapai Rp 148,9 triliun triliun, atau naik sebesar 23,5 persen.

Kenaikan cukai tinggi, kata Ismanu, telah mematikan ribuan perusahaan rokok kecil yang ada di. Pada tahun 2014, dengan kenaikan cukai kurang dari 12 persen, telah terjadi PHK 10 ribu buruh rokok kretek, hampir semua perempuan.

Kemudian, pada 2009 jumlah pabrik rokok sebanyak 4.900-an pabrik, dengan kenaikan cukai saban tahun, sekarang tinggal 600-an pabrik.

Dia kecewa, kenaikan cukai tidak pernah dibicarakan dengan kalangan industri. Bahkan, seringkali pemerintah mengabaikan faktor rill di lapangan dengan kebijakan dan target-target tidak realitis sama-sekali. Sehingga industri hanya jadi korban.  

"Jika pemerintah tak mampu melihat data kondisi rill maka kebijakan pun salah,” kritik Ismanu.

Dia mengibaratkan, dalam kasus penetapan target cukai, pemerintah seperti berburu di kebun binatang. Targetnya sudah jelas, tinggal menentukan seberapa banyak yang ditembak.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo menilai langkah pemerintah kembali menaikkan cukai rokok hingga 23,5 persen sangat tidak tepat bahkan salah besar di tengah ekonomi yang lesu. Dengan kenaikkan cukai setinggi itu di tahun depan, industri harus setor cukai hingga sebesar Rp 148,9 triliun di tahun depan.

Firman menilai, menaikkan cukai di tengah situasi ekonomi yang sulit seperti sekarang jelas tidak tepat. "Kenaikan cukai ini salah besar. Justru akan semakin mengakibatkan beban yang semakin berat bagi industri rokok. Dan ini bisa berdampak terhadap pengurangan tenaga kerja kalau perusahaan rokok terlalu dibebani kebijakan yang sangat dipaksakan ini," jelasnya.

Kenaikan cukai ini akan memiliki konsekuensi langsung terhadap petani tembakau dan sektor tenaga kerja. Harusnya, ketika kondisi ekonomi seperti ini pemerintah justru memberikan insentif bukan menaikkan beban perusahaan.

“Pemerintah jangan menambah beban,” imbuhnya. Firman berjanji akan mengkritisi rencana pemerintah menaikkan cukai ini.(Nrm/Ndw)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya