Liputan6.com, Jakarta - Ki Soleh pengemudi ojek pangkalan yang memasang tarif seikhlasnya ini, ternyata mantan pengusaha kaca dan mebel di daerah Pejompongan, Jakarta.
Suami dari Ning (61) ini bercerita, sekitar 1990 ia pernah membuka usaha kaca dan tak jarang bos-bos perusahaan besar membeli dagangannya. Sayang, krisis moneter (krismon) melanda Indonesia 1998, membuat usahanya terpaksa gulung tikar.
Advertisement
"Masih muda saya pernah usaha dagang kaca, sampai orang Singapura, Malaysia beli ke toko saya. Tapi waktu krismon usaha saya hancur, yang sisa cuma motor. Awalnya ada yang minta anter, saya anterin. Lama-lama pada minta tolong dan kasih duit," terang Ki Soleh kepada Liputan6.com di kediamannya Sawangan, Depok, Jumat (4/9/2015).
Pekerjaan mengojek pun jadi pilihan pria yang rambutnya sudah memutih ini. Ia bercerita saat bangkrut, kerap berhutang kepada rentenir agar asap dapur rumahnya tetap mengepul dan keempat anaknya bisa mengenyam pendidikan hingga tamat SMA.
Hingga akhirnya hutang menumpuk dan bapak 65 tahun itu terpaksa harus menjual rumahnya di Bendungan Hilir (Benhil) 2010, dan meninggalkan tanah leluhurnya untuk membayar kewajibannya kepada rentenir.
"Setelah saya bangkrut, sudah enggak ada duit. Yang pikiran saya cuma keluarga makan, anak sekolah. Ada rentenir yang tawarin saya 'Mau enggak elu pakai duit gua dulu?'. Saya mau-mau aja sampai hutangnya banyak. Saya enggak mau pusing, saya jual saja rumah di sana, harga berapa saja asal bisa lunasin hutang," ungkap kakek 9 cucu ini.
Setelah kehilangan rumah, kakek tua ini pun hidup berpindah-pindah bersama sang istri. Dari mengontrak di Pondok Pinang, Pamulang, sampai dibelikan rumah oleh anak keduanya, Indah, di Sawangan Depok.
"Saya kontrak petakan saja Pondok Pinang trus Pamulang. Kan anak-anak sudah pada berumahtangga. Alhamdulillah anak ada yang beliin bapak-ibunya rumah," imbuh penggemar ikan cupang ini sambil tersenyum. (Ali/Nda)