Liputan6.com, Jakarta - Negara makin tak berdaya mengatasi kebakaran lahan yang memicu bencana kabut asap. Akibatnya, warga harus berhadapan dengan berbagai masalah yang dipicu oleh masuknya asap pekat ke ruang-ruang publik tanpa permisi.
Mulai dari jarak pandang yang terbatas, terganggunya kesehatan, aktivitas ekonomi yang terhenti, hingga lumpuhnya sejumlah bandara yang disertai batalnya jadwal penerbangan.
Advertisement
Seperti di Bandara Sultan Thaha, Kota Jambi, Kamis petang. Bandara lumpuh dan tak satu pun pesawat komersial berani mendarat.
Kondisi ini sudah berlangsung sejak Rabu malam karena jarak pandang hanya 500 meter. Akibatnya, jadwal penerbangan menjadi kacau dan calon penumpang menumpuk di ruang tunggu, menunggu keberangkatan yang tidak pasti.
Sudah sepekan kabut asap menyelimuti Kota Jambi dan daerah lain. Belum terlihat ada upaya serius mengatasi kabut asap akibat pembakaran hutan dan lahan gambut. Hingga Sabtu 5 September 2015, kondisi ini belum berubah.
Kondisi yang sama terjadi di Bandara Sultan Syarif Kasim 2 Pekanbaru. Hingga Kamis petang belum ada tanda-tanda kabut asap akan mereda. Dengan jarak pandang hanya sekitar 500 meter, tak satu pun maskapai yang berani menerbangkan atau mendaratkan pesawatnya.
Sejumlah penerbangan di Bandara Internasional Hang Nadim Batam tujuan Sumatera juga gagal terbang. Hal ini disebabkan oleh adanya kabut asap kiriman.
"Jadi sehubungan ada gangguan penerbangan berupa asap khusus kota-kota di Sumatera, rata-rata setiap hari adanya pembatalan dan delay (keterlambatan) berjumlah kira-kira 5 flight (penerbangan)," ucap Kepala Bidang Umum Bandara Hang Nadim Batam kepada Liputan6.com, Kamis lalu.
Dia mengatakan, setiap harinya ada 5 penerbangan yang ditunda. Sementara jika dalam 1 pekan, tercatat ada 35 penerbangan yang gagal terbang.
"Yang batal tunda dari Jambi, Padang, Pekanbaru untuk penerbangan pagi batal dan schedule siang dan sore tetap. Untuk calon pempang disatukan atau 2 penebangan tinggal satu," terang Swarso.
Sampai ke Kalimantan
Sementara itu, sejak Sabtu pagi, sebagian maskapai juga memutuskan untuk menutup rute penerbangan di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Riau menyusul kabut asap yang telah menganggu jarak pandang.
Bandara yang sepi ditinggal calon penumpang telah terlihat sejak 4 hari belakangan. Beberapa penumpang datang untuk mengembalikan tiket. Sekolah-sekolah juga libur karena status pencemaran masih bertahan pada level yang berbahaya.
Tak hanya di Pulau Sumatera, kabut asap juga membuat jadwal penerbangan di sejumlah bandara di Kalimantan dibatalkan. Sebanyak 13 jadwal penerbangan di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin, Kalimantan Selatan harus tertunda selama beberapa jam. Ini akibat udara yang diselimuti kabut asap kebakaran hutan dan lahan.
Airport Service Section Head (AVSH) Syamsudin Noor Wahyu Riyanto mengatakan, penundaan penerbangan pada Minggu kemarin terjadi karena terbatasnya jarak pandang pilot. Penundaan penerbangan berkisar 1-2 jam dari jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya.
Disebutkan, pesawat Lion Air tujuan Surabaya dijadwalkan lepas landas pukul 06.30 Wita tetapi baru terbang pukul 08.04 Wita dan Lion Air ke Yogyakarta pukul 06.45 Wita menjadi 08.00 Wita.
Kemudian, Lion Air dari Balikpapan yang dijadwalkan mendarat pukul 08.25 Wita menjadi pukul 10.41 Wita dan Lion Air tujuan Bandung pukul 09.00 Wita menjadi pukul 11.30 Wita.
Pesawat Wing Air dari Kabupaten Kotabaru menuju Syamsudin Noor pukul 08.25 Wita menjadi pukul 09.47 Wita dan Wing Air ke Balikpapan pukul 09.25 Wita menjadi pukul 10.10 Wita.
Dua penerbangan Garuda dari Jakarta ke Banjarmasin pun tertunda dari jadwal pukul 08.40 Wita menjadi 11.30 Wita, dan Jakarta ke Banjarmasin pukul 09.35 Wita menjadi 12.14 Wita.
Sumatera Tertutup Kabut
Melihat skala pekatnya kabut asap dari pembakaran hutan dan lahan, tak heran kalau di Sumatera kasut asap hampir merata. Pelaksana Tugas Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman menyebutkan, hampir seluruh Pulau Sumatera saat ini tertutup kabut asap.
"Sekarang kan angin bergerak ke utara, hampir 80% Sumatera tertutup oleh asap," ucap Arsyadjuliandi di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Sabtu.
Kejadian ini berdampak buruk, terutama terkait kelancaran transportasi udara di Riau dan sekitarnya. "Provinsi Riau, khususnya Kota Pekanbaru kemarin dan 2 hari lalu ada delay pesawat," ucap dia.
Arsyadjuliandi menambahkan, sampai sekarang titik api yang ada di provinsinya menunjukkan peningkatan. Bila kemarin hanya 10, hari ini mencapai 14 titik api.
"Kalau melihat dari angka hotspot dari BMKG dan KMS yang kami punya kalau tanggal 4 (September 2015) ada 10 hotspot di atas 70% confidence-nya itu hanya 7," jelas dia.
"Sementara hari ini itu ada 14 hotspot, yang di atas 4 confidence-nya itu ada 10, jadi sebetulnya dengan kondisi seperti ini, sore hari sudah padam," imbuh Arsyadjuliandi.
Karena kondisi inilah, beberapa kelompok warga di Riau melakukan protes kabut asap. Sebuah kelompok pemuda bahkan memasangkan masker besar di wajah Patung Tepak Sirih, yang dikenal sebagai patung selamat datang dari Kota Pekanbaru.
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes kepada pemerintah yang dinilai lamban menangani masalah rakyatnya yang terlihat jelas sangat berbahaya dan mengganggu ini.
Selain itu, aksi ini pun sekaligus pembagian masker kepada warga sekitar sebagai kepedulian bersama untuk saling menjaga kesehatan di tengah buruknya udara karena polusi asap yang berkelanjutan itu.
"Jokowi! Turun ke Riau!" adalah satu tuntutan yang tertulis di spanduk dalam aksi mereka.
Tak hanya warga biasa, Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman juga merasakan dampaknya. Dia terpaksa menempuh jalur darat sekitar 7 jam ke Bandara Internasional Minangkabau, Padang Pariaman, Sumatera Barat, akibat operasional Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, lumpuh gara-gara kabut asap.
"Plt Gubernur Riau sudah sampai di Jakarta tadi pagi menggunakan pesawat Garuda Indonesia, setelah tadi malam menuju Sumbar," ucap Kepala Biro Humas Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Darusman di Pekanbaru, Sabtu.
Ia merinci, Arsyadjuliandi beserta ajudan berangkat ke Bandara Internasional Minangkabau dari Pekanbaru pada Jumat 4 September sekitar pukul 22.00 WIB dan tiba di sana Sabtu pagi tadi sekitar pukul 05.00 WIB.
Dari Padang, dia baru menumpang pesawat Garuda penerbangan perdana dari bandara itu ke Jakarta untuk menghadiri rapat penanggulangan kebakaran lahan dan hutan di Riau.
"Sekarang Plt Gubernur Riau sedang rapat di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Jakarta) bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk membahas kebakaran lahan dan hutan yang berada di Riau," kata dia.
"Serta mengharapkan bantuan dari pusat untuk masyarakat di Riau, agar dapat segera terealisasi dengan cepat. Supaya Riau aman dari asap," jelas Darusman.
Riau yang Terbesar
Meski demikian, Pemerintah Provinsi Riau belum menaikkan status Bumi Lancang Kuning dari Siaga Darurat Asap ke level Tanggap Darurat Asap.
Jika statusnya dinaikkan, otomatis penanggulangan kabut asap diambil alih pemerintah pusat, dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP). Di samping itu, Riau dinilai gagal mengatasi musibah tahunan sejak dekade 90-an ini.
"Tidak bisa begitu saja (status Tanggap Darurat). Apa indikator sudah terpenuhi sampai statusnya ditingkatkan. Belum kan? Kinerja kita masih bagus dan terukur," tegas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BNPD) Provinsi Riau Edwar Sanger, Minggu.
Edwar menjelaskan, pihaknya bukan melarang pemerintah pusat mengambil alih penanggulangan bencana kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan di Riau.
"Namun sampai sekarang tidak ada alasan untuk sampai melakukan hal tersebut. Salah satu indikator yang harus terpenuhi (tanggap darurat) adalah keadaan transportasi yang lumpuh. Minimal bandara udaranya tutup selama tiga hari berturut-turut," papar Edwar.
Terkait kabut asap yang kian pekat, sambung Edwar, itu adalah asap kiriman dari Jambi dan Sumatera Selatan (Sumsel). "Angin bertiup ke arah utara, ke tempat kita, karena di sana kebakaran hutan dan lahannya sangat hebat."
Berdasarkan data BMKG, ungkap Edwar, pada 5 September di Riau hanya ada 14 titik panas. Sementara di Sumatera Selatan ada 224, Jambi 92 dan Lampung 25.
"Kita merasa apa yang terjadi di Riau sekarang ini (pekatnya kabut asap) adalah dampak dari banyaknya hotspot di provinsi tetangga. Masalahnya ada di mereka, ya perbaikilah penanganan yang di sana.
"Artinya apa, secara kinerja apa yang dilakukan pemprov sudah bagus. Dan ini semua mendapat pujian pemerintah pusat saat rapat koordinasi yang beberapa kali berlangsung," sambung Edwar.
Padahal, dari data yang ada, ribuan hektare lahan di 12 perusahaan hutan tanaman industri (HTI) yang terbakar di Riau menjadi penyumbang besar kabut asap, sehingga membuat jarak pandang di Kota Pekanbaru hanya dalam hitungan ratusan meter.
Adanya 12 perusahaan yang lahannya terbakar berdasarkan data yang dipaparkan Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Riau, Fadrizal Labay usai rapat koordinasi dengan Satuan Tugas Kebakaran Hutan dan Lahan di Lapangan Udara Roesmin Nurjadin (RSN) Pekanbaru, Jumat lalu.
Namun, Kadishut itu tidak mau mengungkapkan nama-nama perusahaan tersebut. Menurut Fadrizal, ekpos perusahaan yang lahannya terbakar tidak boleh dilakukan.
"Yang terindikasi terbakar ada 12 perusahaan. Ada yang kecil konsesinya, tapi ada juga yang puluhan hektare. Datanya ada, tapi tidak boleh kita publish," elak dia.
Sejak kebakaran hutan melanda Riau pada dekade 90-an, penyumbang area terbesar selalu saja perusahaan HTI ataupun perkebunan sawit. Namun, jarang sekali perusahaan tersentuh hukum. Kalaupun ada, hanya 1 atau 2 perusahaan dalam setahun.
Selama ini, penegak hukum hanya bisa menangkap petani yang hanya membakar lahan sekitar 1 atau 2 hektare. Proses hukumnya berlangsung cepat, dan beda sekali dengan korporasi.
Hal ini sebelumnya sudah disindir oleh Kepala Pusat Data dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho. Menurut dia, kebakaran hutan selalu terjadi setiap tahunnya karena lemahnya penegakan hukum.
Tahun ini, baru satu perusahaan yang disasar penegak hukum, yaitu PT Langgam Inti Hibrido (LHI) di Kabupaten Pelalawan. Sementara petani yang sudah ditangkap sekitar 27 orang.
Jokowi Turun Tangan
Melihat bencana kabut asap yang tak lagi bisa dipandang enteng, pemerintah pusat pun turun tangan. Untuk mencari solusi masalah ini Kementerian Lingkuhan Hidup dan Kehutanan menggelar pertemuan dengan sejumlah pihak terkait.
Rapat ini dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi negara. Di antaranya Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kapolri Badrodin Haiti, KSAD Mulyono dan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin serta Menteri ESDM Sudirman Said yang memimpin pertemuan menggantikan Menteri LHK.
Di depan para petinggi negara dan daerah tersebut, Sudirman mendorong agar masalah kabut asap yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan segera dicarikan solusinya. Hal itu dapat terwujud dengan adanya koordinasi yang baik dari semua pihak.
"Gangguan karena kebakaran hutan diberbagai spot mesti diatasi bersama, Panglima TNI, Kapolri, BNPT, dan Kementerian Lingkungan Hidup," sebut Sudirman di Kantor Kementerian LHK dan Kehutanan, Sabtu.
"Leading sektor di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai pemimpin pelaksanaan menugaskan ke Panglima dan Kapolri jadi support utama dan dukungan penuh penanggulangan dari musibah asap ini dan BNPB," imbuh Sudirman.
Dia menekankan masalah kabut asap ini harus diselesaikan secepat mungkin. Sebab, persoalan itu telah menjadi perhatian utama Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Sehari sebelumnya, Presiden Jokowi juga menggelar rapat koordinasi mengenai kebakaran hutan di beberapa wilayah di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada pengantarnya, Presiden mengharuskan pemerintah daerah berada di tengah-tengah masyarakat untuk mengatasi bencana kabut asap yang menerpa wilayah Jambi, Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
Presiden yang akrab disapa Jokowi itu juga berharap kepekaan para pemimpin daerah mulai dari gubernur, bupati dan walikota di daerah bencana asap untuk tetap berada di tengah masyarakat dan segera memadamkan sumber api.
"Pemerintah daerah bersama TNI, Polri dan masyarakat agar mengerahkan segala kemampuan untuk memadamkan api secepatnya dan menjaga keselamatan dan kesehatan warga," kata Jokowi dalam arahannya di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat.
Rapat terbatas tersebut dihadiri Panglima TNI, KSAD, KSAL, KSAU, Mendagri, Menteri ESDM, Kepala BNPB, dan Sekjen Kemhut. Pada rapat tersebut Presiden juga mengajak masyarakat berpartisipasi untuk memadamkan api.
Tak cukup sekadar menggelar pertemuan, Jokowi memutuskan melihat langsung ke lokasi sumber asap. Minggu pagi, Jokowi beserta rombongan terbang ke Palembang dari Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta sekitar pukul 09.00 WIB.
Sekitar pukul 10.00 WIB, Jokowi beserta rombongan tiba di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang. Jokowi antara lain datang bersama Ibu Negara Iriana, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Kepala BNPNB Syamsul Maarif, dan Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendryono.
Sebelum meninjau lokasi, Jokowi sempat menerima paparan di ruang rapat VIP Bandara SMB II Palembang dari Gubernur Sumsel Alex Noerdin. Setelah itu Jokowi dan rombongan langsung masuk ke mobil kepresidenan untuk melanjutkan perjalanan.
"Nanti saja, kita cek dulu ke lapangan, belum tahu kondisinya. Baru tahu kalau sudah di lapangan," ujar Jokowi kepada awak media sebelum menaiki mobil.
Semoga saja dari temuan di lapangan itu Jokowi bisa mencarikan solusi untuk menghapus asap dari udara Sumatera dan Kalimantan. Namun, agaknya harapan itu tak mudah untuk terwujud, karena kabut asap bukan sesuatu yang baru, melainkan 'penyakit' akut dan menahun yang sulit dicegah.
Namun, bukan tak mungkin pemerintah punya pendekatan lain dan cara baru yang lebih ampuh. Bisa jadi itu pula yang menjadi alasan Jokowi turun langsung ke titik panas asal kebakaran hutan dan lahan. Mencari penyebab 'penyakit' sekaligus meramu 'obat' untuk menyingkirkan asap pekat itu. (Ado/Ali)