Setnov-Fadli Zon Temui Capres AS, Kursi Pimpinan DPR 'Digoyang'

Sementara itu, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Demokrat Agus Hermanto mengatakan, ada yang lebih penting ketimbang merevisi UU MD3.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 07 Sep 2015, 18:39 WIB
Setya Novanto dan Fadli Zon hadiri pidato kampanye bakal calon presiden AS. (Twitter @fadlizon/Business Insider)

Liputan6.com, Jakarta - Wacana perombakan pimpinan DPR mulai bergulir. Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dinilai melanggar etika institusi, pasca-kehadiran mereka dalam acara kampanye calon presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.

Namun melalui metode apa perombakan pucuk pimpinan DPR itu akan dilaksanakan? Masih harus dikaji lagi lebih dalam. Anggota Komisi III DPR, Taufiqulhadi mengatakan, perombakan komposisi pimpinan DPR itu bisa dilakukan 2 cara.

Pertama, kata Taufiqulhadi, adalah dengan merevisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) dengan mengembalikan hak partai pemenang pemilu, untuk menempati posisi ketua DPR. Kedua, membentuk paket pimpinan DPR sesuai UU MD3 yang sekarang berlaku.

"Sebetulnya ada 2 acara untuk bisa merombak, mengembalikan UU MD3 yang dahulu dengan merevisi nya. Atau dengan membentuk paket pimpinan DPR tanpa merevisi nya," kata Taufiqulhadi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (7/9/2015)

Politisi Partai Nasdem ini menilai, langkah yang harus dilakukan tanpa mengganggu kerja legislasi adalah merombak tanpa merubah UU MD3. Tujuannya, menghindari kegaduhan politik di parlemen di tengah minimnya prestasi DPR dalam menghasilkan undang-undang.

"Tanpa melalui revisi UU MD3 itu, justru lebih baik karena tidak terlalu gaduh nantinya," ujar dia.

Dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 Pasal 84 dan 97, diatur bahwa pimpinan DPR diajukan berdasarkan paket yang diusulkan dari komisi-komisi. Mengacu pasal tersebut, Taufiq menganggap, syarat utama dari wacana perombakan pimpinan DPR adalah membentuk paket yang berkeadilan.

Menurut Taufiqulhadi, jika sebelumnya paket pimpinan DPR diisi oleh Koalisi Merah Putih (KMP), untuk paket kepemimpinan berikutnya harus dikombinasikan dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Hal ini didasarkan pada sinyalemen mencairnya diantara partai-partai di parlemen.

"Sekarang sudah cair kok di parlemen. Nah, dalam pembentukan paket kepemimpinan haruslah mengkombinasikan keduanya (KIH-KMP). Misalnya Ketua DPR-nya dari PDIP, wakilnya dari Gerindra atau Golkar. Kan itu bisa saja," ujar dia mencontohkan

Meski pun Fraksi Nasdem belum menentukan sikap politiknya, namun Taufiqulhadi meyakini cara seperti ini bisa ditempuh dengan mudah dan cepat. Selanjutnya, para pimpinan partai politik diharapkan duduk bersama membahas komposisi ketua DPR yang ideal. Hasilnya, menjadi agenda politik yang harus diperjuangkan di parlemen hingga skenario perombakan ini di-paripurnakan.

"Pemimpin-pemimpin partai politik berembug mengenai perombakan ini, hasil rekomendasinya nanti masuk ke ketua fraksi masing-masing dan dibawa ke Bamus dan akhirnya di paripurnakan," tutur Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini.

Masalah Ekonomi dan Kabut Asap

Sementara itu, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Demokrat Agus Hermanto mengatakan, ada yang lebih penting ketimbang merevisi UU MD3 untuk mengakomodir perubahan pimpinan DPR dan pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD).

"Ada hal yang lebih penting bagaimana permasalahan ekonomi kita, kedua masalah asap. 2 Ini lebih penting daripada masalah yang lain," kata Agus.

Menurut dia, saat ini pemerintah harus serius mengatasi permasalahan ekonomi. Sebab, Indonesia sedang diambang krisis, apabila dipertahankan seperti ini maka Indonesia mengalami krisis. Selain itu, merevisi UU terdapat mekanisme yang tidak mudah, yakni disinkronisasi lebih dahulu di Baleg DPR, kemudian diminta persetujuan dari seluruh fraksi di DPR melalui rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR.

"Apakah bisa kuorum, maka bisa dijadikan usulan RUU," ujar Agus.

Apabila sudah diproses di Baleg dan Bamus DPR, kata dia, lalu dimasukan ke Baleg untuk sinkronisasi serta dimasukkan ke Prolegnas. Selanjutnya dilaksanakan revisi UU tersebut dengan dibuat tim komisi II atau III dan penugasan, serta dilengkapi rancangan akademis.

"Yang ada di dalam UU MD3, ada dasarnya seperti itu untuk mengklarifikasi kocok ulang seperti itu. Kita proses semua diberi kewenangan, kita harus dilaksanakan sesuai aturan," tandas Agus. (Rmn/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya