Hadi Poernomo: KPK Tak Berhak Ajukan PK

Dalam jawabannya, Hadi Poernomo mengaku bingung dengan upaya PK yang diajukan KPK‎.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 09 Sep 2015, 14:23 WIB
Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo menghadiri sidang praperadilan dengan agenda pembacaan kesimpulan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (25/5/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana peninjauan kembali (PK) yang diajukan KPK atas putusan mengabulkan gugatan praperadilan mantan ‎Dirjen Pajak Hadi Poernomo atau HP dalam kasus dugaan korupsi permohonan keberatan pajak BCA tahun 2003. Sidang digelar dengan agenda penyerahan berkas permohonan dari KPK sekaligus jawaban dari Hadi Poernomo selaku Termohon.

Dalam jawabannya, Hadi Poernomo mengaku bingung dengan upaya PK yang diajukan KPK‎. Sebab, PK hanya bisa dilakukan oleh terpidana atau ahli warisnya berdasarkan Pasal 263 ayat 1 KUHAP.

"Pada awalnya kami bingung, kenapa ada PK. Di undang-undang dengan tegas dikatakan PK hanya untuk terpidana atau ahli warisnya. Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tahun 2014 poin 3, jaksa tidak berhak mengajukan PK," ujar Hadi Purnomo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (9/9/2015).

Hadi Poernomo juga mengungkit pernyataan salah satu Kuasa Hukum KPK Rasamala Aritonang dalam sidang permohonan PK yang diajukan mantan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Dalam pernyataannya, KPK menyatakan bahwa Ilham Arief tidak berhak mengajukan PK karena belum berstatus terpidana.

"Kemarin, 6 hari lalu kuasa hukum KPK, Rasamala Aritonang, kalau nggak salah, mengatakan dengan tegas dalam persidangan (PK) Ilham Arief bahwa saudara pemohon bukan terpidana, nggak berhak (mengajukan PK). Jadi apa dong. Bagaimana," tutur dia.

Namun saat disinggung terkait pernyataan tersebut, apakah pihaknya mengirim mata-mata dalam persidangan Ilham Arief, mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu membantahnya.

"Bukan mata-mata. Itu kan saya cuma denger rekamannya. Buat apa kirim mata-mata," tandas Hadi.


Hadi Selalu Sendiri

Hadi Poernomo selalu terlihat sendiri selama persidangan kasusnya yang ditangani KPK. Saat mengajukan gugatan praperadilan, mantan petinggi Ditjen Pajak itu juga lebih memilih menjomblo. Ketika gugatan praperadilannya dikabulkan hakim tunggal Haswandi, Hadi juga terlihat sendiri tanpa pengacara yang mendampinginya.

Pada persidangan permohonan PK, Rabu 19 Agustus 2015, Hadi sempat meminta sidang ditunda lantaran belum mempunyai pengacara. Ia mengaku akan membawa pengacara di persidangan berikutnya. Namun pada persidangan hari ini, Hadi kembali hadir seorang diri.

Saat disinggung soal itu, Hadi mengatakan dirinya masih pikir-pikir membawa pengacara pada persidangan PK ini. Menurut dia, KPK tidak berhak mengajukan PK karena lembaga tersebut bukan sebagai terpidana.

"Ya bagaimana nanti lah (bawa pengacara di sidang selanjutnya). Karena saya kira yang berhak ajukan PK adalah orangnya, ini kan bukan. Nanti kacau lagi hukum. Saya mohon, apa kata undang-undang bukan apa kata siapa," jelas Hadi.

‎Selasa 26 Mei 2015, hakim tunggal Haswandi mengabulkan sebagian gugatan praperadilan yang diajukan Hadi Poernomo. Dalam putusannya, Haswandi menilai penyidikan KPK terhadap perkara Hadi  tidak sah.

Ada beberapa hal yang jadi pertimbangan hakim. Salah satunya penetapan tersangka Hadi bersamaan dengan terbitnya surat perintah penyidikan pada 21 April 2014.

Menurut hakim, sesuai Pasal 46 dan Pasal 38 Undang-Undang KPK, penetapan tersangka dilakukan setelah proses penyidikan. Dalam proses penyidikan, penyidik telah memeriksa saksi dan barang bukti.

Sementara dalam kasus Hadi, KPK dianggap tak melakukan dua proses tersebut. Mengacu pada Undang-Undang itu, hakim menegaskan penetapan tersangka yang dilakukan KPK pada Hadi tidak sah dan bertentangan dengan UU.

Atas putusan tersebut, KPK kemudian mengajukan permohonan PK. KPK menilai ada ‎salah satu dalil dalam putusan praperadilan yang melebihi permintaan bahwa KPK harus menghentikan proses penyidikan kasus Hadi Poernomo. Putusan itu bertentangan dengan Undang-Undang KPK, bahwa lembaga antikorupsi itu tidak memiliki kewenangan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). (Mvi/Mut)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya