Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said menyatakan Indonesia akan tetap membangun fasilitas penyimpanan Bahan Bakar Minyak (BBM), meski rencana PT Pertamina (Persero) gagal.
Sudirman mengatakan, pembangunan fasilitas penyimpanan BBM tetap berjalan namun terjadi perubahan skema pembangunannya. "Skemanya diperluas tidak semata-mata Pertamina. Bukan berarti batal," kata Sudirman, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (9/9/2015).
Advertisement
Menurut Sudirman, perubahan skema pembangunan tersebut adalah penugasan pembangunan penyimpanan BBM diserahkan ke swasta atau kerjasama Pemerintah dengan swasta.
"Pertamina bangun, swasta juga bangun. Bahkan mungkin di beberapa tempat dimungkinkan kerjasama pertamina dengan swasta," tutur Sudirman.
Menurut Sudirman, Pertamina masih dilibatkan dalam pengontrolan stok BBM dan perusahaan energi plat merah tersebut harus menambah stok BBM sampai 30 hari.
"Kami akan dorong ke sana tapi tetap harus ada stok yang dikontrol sendiri. Jadi intinya dari sekarang 21 hari menuju 30 hari itu harus urusan Pertamina. Ke atasnya nanti apakah swasta, apakah negara, tapi skemanya yang tidak harus Pertamina semua," kata Sudirman Said.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Maritim Rizal Ramli kembali membuat gejolak di sektor minyak dan gas Bumi (migas). Kali ini Rizal menghentikan rencana proyek pembangunan infrastruktur penyimpanan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk meningkatkan cadangan BBM dari 18 hari menjadi 30 hari dengan anggaran US$ 2,4 miliar yang akan dilakukan PT Pertamina (Persero).
Menurut Rizal, pembatalan proyek tersebut menjadi keputusan dalam rapat bersama dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara.
"Kemarin kami laporkan ada rapat bersama Presiden, ada keinginan Pertamina membangun storage supaya stok naik dari 18 hari menjadi 30 hari, US$ 2,4 miliar biayanya," kata Rizal, dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI.
"Ini bukan prioritas, karena kita beli 0,5 juta crude (minyak mentah) dan 0,5 juta finish (BBM), ngapain bikin storage. Mereka saja yang bikin," ungkapnya.
Rizal menambahkan, selain itu pembangunan infrastruktur yang dibatalkan adalah pipa penyaluran BBM, pembangunan fasilitas tersebut dinilai tidak efisien karena sudah ada kendaraan yang bisa mengangkut BBM.
Menurut Rizal pembangunan tersebut bukan menjadi prioritas. Pasalnya, produksi minyak Indonesia tidak menutupi konsumsi, sedangkan untuk memenuhinya berasal dari impor. Sebagai jalan keluar, pembanguan fasilitas tersebut seharusnya dibangun oleh perusahaan yang memasok BBM. (Pew/Ahm)