Liputan6.com, Singapura - Singapura segera menggelar pemilu parlemen. Rencananya akan diadakan pada Jumat 11 September 2015.
Dilansir dari VOA News yang dikutip Kamis (10/9/2015), ada 89 kursi parlemen yang akan diperebutkan untuk pertama kalinya sejak Singapura merdeka tahun 1965. Sehingga ini akan menjadi ujian popularitas bagi partai berkuasa itu.
Advertisement
Menjelang pemilu parlemen Singapura esok, Workers Party atau Partai Buruh selaku oposisi disebut-sebut memanfaatkan ketidakpuasan pemilih terhadap pemerintah untuk merebut banyak suara atau lebih dari 7 kursi saat ini.
Dalam banyak kampanye, pemimpin partai itu Low Thai Khiang berbicara bagaimana partai berkuasa telah gagal mengatasi kesenjangan sosial dan meminta dukungan lebih besar bagi oposisi di parlemen.
"Partai Buruh yakin akan pentingnya perwakilan yang berimbang dalam era berikutnya di Singapura. Kami ingin memberdayakan rakyat Singapura agar berperan dalam mencapai kebahagiaan, kemakmuran dan kemajuan bagi negara ini," ucap Low Thai Khiang.
Sementara The People’s Action Party (PAP) atau Partai Aksi Rakyat menang dalam setiap pemilu sejak kemerdekaan Singapura tahun 1965. Antara tahun 1968 hingga 1984, pihak oposisi bahkan tidak memenangkan satupun kursi parlemen.
Tetapi dalam pemilu 2011, partai berkuasa itu terkejut karena perolehan suaranya merosot ke 60 persen. Perolehan terendah sejak 1959.
Para pemimpin PAP berargumen bahwa wewenang mereka dalam menentukan kebijakan akan melemah jika kehilangan mayoritas parlemen. Namun belum jelas apakah pesan tersebut akan disambut para pemilih yang mulai cemas akan kemampuan pemerintah menyediakan layanan publik, pun terkait kebijakan imigrasi dan menjamin kesehatan ekonomi negara mereka.
Menurut pandangan seorang ekonom senior pada lembaga riset Capital Economics, Daniel Martin, dirinya yakin partai berkuasa telah berusaha menanggapi kritik dari para pemilih.
"Yang terjadi dalam 5 tahun ini adalah para pemilih semakin kritis terhadap pemerintah, dan perolehan suara bagi pemerintah dalam pemilu terus berkurang. Sudah ada reaksi dari pemerintah, terutama terkait keluhan tentang imigrasi," papar Daniel.
Pakar politik di Universitas Hong Kong, Bill Case yakin partai berkuasa akan kembali menang. Tetapi, di negara di mana rakyat wajib memberikan suara, pemilu yang akan berlangsung dalam hitungan jam ini akan menjadi indikasi penting tentang penilaian rakyat terhadap kepemimpinan PAP.
"Tidak ada yang bertanya apakah PAP akan menang, atau akan menang telak lalu mendominasi parlemen secara mutlak. Pemilu ini merupakan ukuran kepuasan atau ketidakpuasan populer."
"Saya kira itulah sebabnya mereka dianggap penting. Dan itulah mengapa PAP pasti sangat ingin menang -- berbuat lebih baik kali ini untuk terakhir kali. Apakah itu pertanyaan penting atau tidak," kata Case. (Tnt/Rie)