Liputan6.com, New York - Pagi itu, 11 September 2001, Tania Head berada di Menara Selatan Gedung World Trade Centre.
Jarum jam kala menunjuk pukul 9.03. Perempuan itu melihat pesawat United Airlines Penerbangan 175 menuju ke arahnya. Sangat dekat. Ia merasa udara dipompa paksa keluar dari paru-parunya.
Burung besi menabrak lantai 78 gedung, tempatnya berada, ajaibnya ia selamat. Namun, ledakan sontak terjadi. Jilatan api yang membara membakar sebagian tubuhnya. Tangan kanannya terluka parah, nyaris putus. Tania terlempar ke seberang ruangan. Pandangannya gelap.
Saat tersadar, asap tebal menutupi pandangan. Ia merangkak di antara puing-puing gosong dan jasad-jasad manusia yang beku. Tania sadar, dirinya di antara hidup dan mati.
Ia melewati seorang pria yang sekarat -- yang menyerahkan sebuah cincin padanya. Cincin kawin. Korban berpesan agar Tania menyerahkan benda tersebut pada sang istri.
Hingga akhirnya, ia melihat sesosok pria yang mengenakan bandana merah. Belakangan diketahui namanya adalah Welles Crowther -- salah satu pahlawan dalam serangan 9/11.
Crowther mengorbankan hidupnya untuk orang lain. Berkat dia, 12 orang selamat.
Advertisement
Tania ingat, pria gagah itu mengulurkan tangan untuk membantunya, memandunya menuju jalan keluar, sebelum berbalik dan menghilang di tengah gumpalan asap.
Dengan sisa tenaganya, Tania menuruni tangga darurat, 78 lantai. Saat menara akhirnya runtuh, ia berhasil lolos dari maut.
Enam hari kemudian, ia terbangun di unit luka bakar di sebuah rumah sakit. Sebagai 'Jane Doe' -- perempuan tak dikenal. Tak lama kemudian, ia mendengar berita duka: suami tercinta Dave, tewas di Menara Utara.
Kisah Tania Head mewakili kehancuran dan kehilangan akibat tragedi 9/11. Juga, semangat untuk bertahan hidup.
Perjuangannya membikin Amerika Serikat kagum. Dikisahkan berulang-ulang oleh para pemandu di Ground Zero. Juga terlontar dari bibir Tania saat mendampingi Walikota New York Michael Bloomberg berkeliling di lokasi kejadian.
Dengan pengalamannya itu, Tania Head menjadi pendorong semangat bagi sesama korban dan keluarganya. Ia juga menjadi salah satu pendiri World Trade Center Survivors’ Network.
Namun, belakangan terkuak. Kisahnya bohong belaka.
Kebohongan yang Terkuak
"Nama aslinya bahkan bukan Tania Head," kata penulis 'The Woman Who Wasn’t There', Angelo Guglielmo kepada NPR, seperti dikutip dari News.com.au, Minggu (13/9/2015).
Gugliemo bertemu Tania -- yang ia pikir adalah korban 9/11 -- saat menjadi relawan di ground zero.
"Kami langsung berteman saat itu. Ia datang kepadaku dan menceritakan kisahnya," tambah dia. "Dan air mata seketika menggenangi mataku."
Padahal, saat 9/11 terjadi, Tania bahkan tak berada di AS. Ia sedang mengambil sekolah bisnis di Barcelona, Spanyol.
Kebohongannya terkuak oleh New York Times. Kala itu media tersebut sedang mencari profil sosok yang menginspirasi untuk dimuat dalam rangka peringatan ke-6 tragedi yang mengguncang AS itu.
Banyak orang mengusulkan Tania Head. Informasi itu yang kemudian justru membongkar dusta besarnya.
"Kemungkinan ia bertemu suaminya, yang memang adalah korban sungguhan, sama sekali tak masuk akal," kata Guglielmo. Faktanya, Tania tak pernah menikah.
Sebelumnya tak ada yang mempermasalahkan inkonsistensi kisah Tania. Ia menyebut Dave sebagai suami, kadang sebagai tunangan. Juga tak ada yang menganggap serius saat perempuan itu tak mau menyebut nama belakang pasangannya dengan alasan untuk melindungi privasi orangtua korban.
Ketika Tania mengunjungi monumen yang tertera nama Dave, membawa miniatur taksi kuning, yang mengingatkan pertemuan pertama mereka -- semua itu begitu meyakinkan, mengharukan -- tak ada satu pun yang tega menuduhnya berbohong.
Hingga akhirnya, artikel tentang Tania Head muncul di New York Times.
"Media mengecek latar belakangnya dan menemukan hal aneh," kata penulis 'The Woman Who Wasn’t There' lainnya, Robin Gaby Fisher.
Tania mengklaim sebagai lulusan Harvard dan Stanford. Ia juga mengaku bekerja di World Trade Center sebagai pegawai Merrill Lynch. Namun, namanya tak terdata di 3 lembaga tersebut.
Nama asli Tania Head adalah Alicia Esteve Head. Ia berasal dari keluarga kaya di Spanyol dan memimpikan ketenaran. Meski tak pernah mengincar bantuan dana, perempuan itu berharap kisah palsunya itu bisa dijadikan film dan memberi keuntungan baginya.
"Aku pergi ke apartemennya di hari yang sama dengan kemunculan artikel New York Times. Aku ingin memberikan kesempatan padanya untuk bicara yang sesungguhnya," kata Guglielmo.
Hari itu, Tania Head berjanji akan mengungkapkan kisah sebenarnya 'suatu saat nanti'. Janjinya tak pernah ditepati.
Guglielmo justru melihatnya kembali di Manhattan, pada 2011, saat peringatan 10 tahun tragedi 9/11.
"Jangan dekat-dekat denganku, Angelo," kata Guglielmo, menirukan permintaan Tania Head padanya.
Ia pun menjawab: "Kok tega kau muncul di sini pada peringatan 10 tahun 9/11?"
Sempat terjadi sedikit konfrontasi. Namun mereka kemudian menjauh. Tania Head kemudian menghilang dari ingatan orang. Meninggalkan tanda tanya besar dan orang-orang yang merasa telah 'dikhianati' olehnya. (Ein/Ado)
Advertisement