Liputan6.com, Bireun - Kabut masih saja hinggap di atas Desa Pante, Kecamatan, Peusangan, Bireun, Aceh. Dan getir masih mencengkeram erat perasaan warganya. Gajah liar masih terus menebar teror maut di sekitar desa.
Dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki, warga terus berupaya mengusir gajah liar yang terus merampas hasil kebun warga. Nyawa pun dipertaruhkan.
Advertisement
Siang dan malam seolah tidak berhenti upaya warga mengusir gajah. Tak hanya warga yang kelelahan, gajah juga letih.
Setelah seharian berkelit dari bom molotov dan suara dentuman meriam karbit, gajah liar yang sering dinamai makna. Mencoba melepas lelah di kebun belakang rumah warga, dengan sedikit dengkuran.
Warga cepat ambil kesempatan, tidur adalah saat paling bagus untuk dihalau. Karena prinsip warga, menyerang adalah pertahanan terbaik.
Segala yang menancap di tanah jalur lintasan gajah liar akan luluh lantak. Seperti yang terjadi di Kabupaten Bener Meriah, tepatnya di Kecamatan Pintu Rime Gayo. Persis di sebelah Pante Peusangan, Bireun.
Tak ada urusan kebun petani ataupun hutan. Berbulan petani menunggu pisang untuk dipanen yang uangnya tentu untuk kebutuhan hidup, dalam sekejap pisang itu pun roboh dan tak bisa dimanfaatkan lagi.
Rumah kebun untuk berteduh saat bertani. Ketika gajah liar meminjamnya untuk sekadar menggaruk tubuhnya yang gatal, seketika pula ambruk berantakan.
Ini bukan jalur perlintasan satu gajah liar, namun gerombolan gajah liar. Semua warga Bener Meriah, dicekam rasa takut persis warga Pante Peusangan. Yang dilakukan hanya harus saling berdekatan, anak bermain pun harus dalam kondisi siaga. Rasa ini jelas dihantarkan oleh pengalaman getir warga.
Yang paling tragis adalah peristiwa yang harus diterima bocah umur 5 tahun, 6 bulan silam ia harus menerima kenyataan menjadi yatim piatu.
Muhda Wali kala itu dalam dekapan ibunda, saat belasan ekor gajah di belakang rumah, keduanya berupaya meloloskan diri, namun gagal dan ibunda Muhda Wali menjadi korban. Muhda Wali baru sebulan kemudian mampu menceritakan peristiwanya.
Warga Bener Meriah, terus memantau posisi gerombolan gajah liar dari waktu ke waktu. Pemetaan dan identifikasi lokasi menjadi penting untuk menentukan metode pengusiran.
Tim pun dibagi menjadi dua bagian. Takut sering menyisip di hati saat melewati lintasan gajah. Yusuf Alamsyah kepala rombongan, sangat mengenal perilaku gajah liar, bahkan ia sempat memberi nama salah satu pemimpin kawanan gajah. Dan tiba-tiba telepone berdering
Benar saja, gerombolan gajah sedang berkumpul di lembah perkebunan warga. Memakan apa pun tanaman milik petani yang seharusnya menjadi sandaran hidup.
Ini sebuah situasi yang jelas-jelas menggambarkan gajah liar harus selamat beserta habitatnya, namun manusia juga terbebas dari teror gajah liar. Solusi jelas sangat dibutuhkan.
Saksikan ironi penyelamatan perkebunan warga desa di Aceh dan jalur gajah liar dalam Potret Menembus Batas SCTV, edisi Minggu 13 September 2015 di bawah ini:
(Dan/Ans)