Jawaban Pemerintah Atas Tuntutan Guru Honorer

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Yuddy Chrisnandi akan membawa tuntutan guru honorer ke DPR.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 15 Sep 2015, 11:57 WIB
Demo Guru Honorer di Depan DPR (Liputan6.com/ Audrey Santoso)

Liputan6.com, Jakarta - Puluhan ribu guru dan tenaga honorer yang tergabung dalam Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) turun ke jalan pada Selasa (15/9/2015). Dalam aksi demo ini, para guru dan tenaga kerja honorer memiliki 10 tuntutan. 

Menanggapi tuntutan tersebut, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Yuddy Chrisnandi berusaha untuk menampung berbagai usulan dari FHK2I tersebut.

"Demo itu biasa, tidak apa-apa yang namanya aspirasi sesuatu yang wajar apalagi digelar forum eks honorer K2 dengan damai. Itu sesuatu yang baik dan akan kami dengarkan betul, kami perhatikan betul pendapatnya," kata dia di Jakarta, Selasa (15/9/2015).

Yuddy mengatakan, akan membawa masalah ini ke rapat kerja di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) siang ini. Pihaknya juga bilang telah menyiapkan kebijakan, namun belum bisa dibeberkan sekarang. "Sudah ada, tapi nanti kami bicarakan dengan Komisi II," tuturnya.

Yuddy melanjutkan, kebijakan yang keluar tidak akan berbenturan dengan ketentuan yang berlaku. Kebijakan tersebut mengacu pada UU No 5 Tahun 2014 tentang aparatur sipil negara (ASN).

"Pedoman yang kedua putusan mahkamah konstitusi atas gugatan yang dimintakan sendiri oleh forum honorer K2. Jadi kebijakannya dalam koridor itu," tandas dia.

10 Tuntutan

Sebelumnya, Ketua Umum Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih mengatakan, ada sejumlah tuntutan yang akan disuarakan pada guru dan tenaga honorer kepada pemerintah dalam demo hari ini.

Pertama, meminta pemerintah untuk menuntaskan masalah status tenaga honorer di bidang pendidikan, kesehatan dan teknis administrasi lain secara bertahap dengan cara mengangkatnya menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui kebijakan penundaan (moratorium) seleksi penerimaan ASN reguler.

Kedua, meminta pemerintah untuk menaikan upah buruh honorer yang selama ini tidak lebih dari Rp 300 ribu per bulan, yang terkadang dibayarkan setiap tiga bulan sekali. "Kami menuntut upah yang layak agar kami bisa bekerja dengan tenang dan tidak perlu memikirkan permasalahan ekonomi," ujarnya.

Ketiga, massa guru dan tenaga honorer meminta pemerintah untuk menerbitkan regulasi tentang penuntasan honorer K2 menjadi ASN. "Kami mendesak Panja ASN Komisi II DPR serta Kementerian PAN-RB untuk menuntaskan masalah tenaga honorer K2 yang dinyatakan tidak lulus seleksi sebanyak 439,956 orang dengan meningkatkan statusnya menjadi ASN tanpa dilakukan tes ulang," jelas dia.

Keempat, meminta pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga honorer dalam APBD di tingkat provinsi, kabupaten dan kota serta memberikan jaminan kesehatan melalui peserta PBI. "Kami layak untuk mendapatkan jaminan kesehatan tersebut," lanjutnya.

Kelima, tetapkan analisis jabatan (anjab) dan analisis beban kerja (ABK) dalam e-formasi ASN. Keenam, mendesak pemerintah untuk mengangkat seluruh guru honorer menjadi ASN.

"Karena di lapangan guru honorer di setiap sekolah itu ada. Dalam satu sekolah setingkat SD setidaknya hanya ada 2-3 guru PNS, sedangkan sisanya adalah honorer. Sehingga terlihat guru honorer sangat diperlukan untuk menopang pendidikan," kata dia.

Ketujuh, meminta pemerintah memberikan kesempatan bagi para guru honorer untuk mendapatkan sertifikasi. Selama ini sistem yang ada menjadi penghambat bagi para guru untuk lolos program sertifikasi. Setiap tahun hanya ada 50 ribu guru yang tersertifikasi, dari total 1,4 juta orang guru.

Kedelapan, menolak adanya ujian kompetensi guru. Hal ini karena hasil dari ujian tersebut digunakan untuk melakukan pemotongan tunjangan profesi.

Kesembilan, menuntut pemerintah menghapus Keputusan Menteri (Kepmen) soal petunjuk teknis (juknis) tunjangan profesi guru. "Selama ini guru swasta dan non-PNS di sekolah negeri terancam tidak mendapatkan tunjungan profesi guru karena adanya Kepmen tersebut," jelasnya.

Kesepuluh, meminta pemerintah mencabut Peraturan Menteria PAN-RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. "Disini guru tidak wajib melaksanakan penelitian dan menulis karya ilmiah sebagai bahan kenaikan pangkat," tandasnya. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya