RI Punya Kilang Baru, Nilai Tukar Rupiah Bisa Menguat

Dengan berkurangnya impor BBM, akan menekan defisit neraca pedagangan dan berpengaruh pada penguatan nilai tukar.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 17 Sep 2015, 15:23 WIB
Kilang Pertamina (Foto: Arthur Gideon/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Impor Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi problema yang terus membebani perekonomian nasional. Pasalnya, dari impor BBM tersebut neraca pedagangan Indonesia selalu membukukan angka defisit dan terus membuat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Seikat (AS). Oleh karena itu, perlu ada solusi yang tepat untuk mengatasi permasalah impor BBM tersebut.

Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro menjelaskan, dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS), neraca pedagangan Indonesia pada Agustus 2015 mencatatkan angka surplus. Namun jika ditelusuri lebih dalam, masih angka defisit yang berasal dari impor. Hal tersebut terjadi karena impor BBM masih tinggi.

Menurut Bambang, angka yang diumumkan oleh BPS tersebut cukup melegakan. "Kalau dilihat lebih dalam lagi, neraca pedagangan migas kita selalu mengalami defisit. Defisit itu dari minyak bumi dan hanya gas yang mengalami surplus," kata Bambang, dalam diskusi energi, di kawasan Lapangan Banteng Jakarta, Kamis (17/9/2015).

Untuk menyelesaikan masalah tersebut memang tidak bisa dalam waktu singkat. Alasan yang mendasarinya karena produksi minyak Indonesia mengalami penurunan dan produksi kilang belum bisa menutupi kebutuhan BBM.

"Kalau kita mulai kebijakan energi kita dari fakta neraca pedagangan tadi, defisit crude tidak bisa diatasi karena memang produksinya kurang," tuturnya.

Menurut Bambang, harapan, satu-satunya untuk mengatasi defisit tersebut adalah dengan membangun kilang, meski bisnis pada kilang tidak menjanjikan keuntungan yang besar, tetapi fasilitas tersebut sangat menolong negara karena dapat mengurangi impor BBM.

Harapan mengurangi defisit tinggal di BBM. Kita harus sepakat dan berkomitmen untuk bilang Indonesia butuh kilang bagaimanapun itungan ekonominya, marginnya rendah, untuk ambil keputusan ada kepentingan negara lebih tinggi," jelas Bambang.

Ia menambahkan, dengan berkurangnya impor BBM, akan menekan defisit neraca pedagangan dan berpengaruh pada penguatan nilai tukar. " Kalau punya neraca perdagangan katakan surplus defistit neraca perdagangan terhadap nilai tukar," pungkasnya. (Pew/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya