Liputan6.com, Jakarta - Polemik mengenai perpanjangan konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT) masih berlanjut. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi VI membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk membahas hal itu.
Rabu lalu, DPR memanggil manajemen dan direksi termasuk Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino. Apa tanggapan manajemen mengenai desakan DPR agar Pelindo menunjukkan bukti dokumen perpanjangan konsesi JICT?
Keterangan tertulis yang didapatkan Liputan6.com yang ditulis Jumat, (18/9/2015), menyebutkan, saat ini kerja sama pengelolaan JICT antara PT Pelindo II dan Hutchison Port Holding (HPH) masih beralngsung hingga lima tahun mendatang atau 2019.
Kondisi yang ada saat ini fasilitas Terminal JICT I di dermaga sisi utara masih memiliki kedalaman -14 LWS dan dermaga sisi barat memiliki kedalaman -10 LWS sehingga hanya dapat disandari oleh kapal berkapasitas kurang dari 5.000 TEUs.
Sedangkan Terminal JICT II hanya memiliki kedalaman -8,5 LWS dan saat ini under utilized karena hanya dapat disandari oteh kapal-kapal kecil berkapasitas tak lebih dari 1.500 TEUs.
Sedangkan Terminal NewPriok Tahap I yang terdiri dari tiga Container Terminal akan memiliki fasilitas dermaga dengan kedalaman hingga -20 LWS yang akan mampu disandari oleh kapal berkapasitas hingga 18.000 TEUs.
Terminal baru ini akan menciptakan kompetisi dengan terminal- terminal yang sudah ada agar dapat disandari oleh kapal-kapal dengan kapasitas besar.
Dengan demikian, manajemen merasa perlu dilakukan amandemen kerjasama dengan Hutchison.
"Untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat dengan Container Terminal 1 yang memiliki terms and condition yang jauh lebih baik dibandingkan dengan kerja sama JICT yang lama. Merealisasikan potensi keuntungan yang dapat diraih," sebut keterangan itu.
Inisiatif amandemen kerja sama datang dari IPC karena terms and condition yang baru dinilai akan sangat menguntungkan, baik bagi IPC dan terutama untuk kepentingan negara.
Proses amandemen kerja sama JICT juga disebutkan telah melalui beberapa tahapan kajian kelayakan skema kerja sama, yaitu dari Deutsche Bank sebagai financial advisor, Norton Rose sebagai legal advisor dan BMT sebagai technical advisor. Kajian yang sama juga telah dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Lalu, kenapa JICT tidak bisa dioperasikan 100 persen oleh Pelindo II?
Keterangan itu menyebutkan, alasannya IPC akan kehilangan market yang dimiliki HPH, lalu IPC diharuskan membayar terminal value sebesar US$ 58 juta, kemudian IPC harus membayar technical know how kepada mitra kurang lebih US$ 50 juta sampai 2019.
Lalu alasan lainnya adalah. IPC akan kehilangan kesempatan mengoperasikan Terminal II JICT untuk pelayaran domestik yang berarti ada potensi kehilangan pendapatan sebesar US$ 27 juta per'tahun atau US$ 135 juta Kehilangan kesempatan penerimaan uang muka sebesar US$ 265 juta yang diperuntukan untuk mengembangkan serta membangun fasilitas-fasilitas pelabuhan. (Zul/Ndw)
Advertisement