KPPU Kritik Kebijakan Pembatasan Kuota Impor

KPPU menilai kebijakan pembatasan impor justru dimanfaatkan importir tertentu untuk bermain harga.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 18 Sep 2015, 20:28 WIB
Bawang putih menyebabkan bau mulut dan juga bau badan saat dicerna. Bawang putih akan menghasilkan gas sulfur yang diserap ke dalam aliran darah dan dikeluarkan oleh pori-pori melalui keringat. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan tidak semua kebijakan pembatasan kuota impor itu tepat. Ketua KPPU Syarkarwi Rauf mencontohkan seperti yang terjadi pada pembatasan impor bawang putih.

"Misalnya bawang putih, kita dulu menangani kasus bawang putih ada 19 importir kita hukum, kenapa? Karena diduga melakukan kartel impor," kata dia, Jakarta, Jumat (18/9/2015).

Dia menerangkan, hal tersebut disebabkan oleh pembatasan impor. Syarkarwi menuturkan, kebijakan kuota itu dilakukan untuk melindungi produsen dalam negeri. Padahal, sebanyak 97 persen kebutuhan bawang putih lokal diperoleh dari impor. Syarkarwi menuturkan, kebijakan pembatasan impor justru dimanfaatkan importir tertentu untuk bermain harga.

"Ini keliru dalam menerapkan kebijakan implikasikasinya kemana-kemana karena pakai kuota yang dapat kelompok usaha tertentu yang terjadi kartel," ujar Syarkarwi.

Hal sama terjadi pada daging, pembatasan kuota justru menjadi pemicu terjadinya kartel. "Sama di daging dengan kuota impor misal semester I Kementan beri 250 ribu sapi. Triwulan III dengan 50 ribu ekor oleh pelaku usaha untuk triwulan III berusaha dicukupkan untuk triwulan IV. Jadi kebutuhan 3 bulan jadi 6 bulan pasti pasokan berkurang," jelas Syarkarwi.

Alhasil  pasokan berkurang harga daging melesat tinggi. Dia bilang, untuk pembatasan kuota dilakukan jika  dalam negeri mampu mencukupi sebagian besar kebutuhannya."Jadi persoalan kita, pemberian kuota diturunkan dengan sangat agresif yang menyebabkan terjadinya kelangkaan," ujar dia. (Amd/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya