Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mengapresiasi upaya pemerintah Joko Widodo (Jokowi) yang mempercepat pembangunan kilang pengolahan minyak mentah di Indonesia. Riwayat buruk pernah mengganjal rencana tersebut hingga baru bisa diimplementasikan pada pemerintahan saat ini.
Vice President Pertamina, Wisnuntoro mengatakan, Pertamina akan berbenah menuju arah perbaikan, termasuk merevitalisasi maupun membangun kilang minyak bersama investor. Saat ini, kapasitas kilang Pertamina baru bisa mengolah 1,05 juta per hari. Dengan revitalisasi maupun pembangunan kilang baru, Pertamina sanggup mengolah sesuai kebutuhan yaitu 1,6 juta barel per hari.
"Kami akan mengembangkan atau revitalisasi kilang di Cilacap, Tuban, Bontang supaya bisa mengolah 1,6 juta barel minyak per hari pada 3-4 tahun lagi. Jadi tidak perlu impor produk BBM dan tidak bisa dimainkan lagi oleh Singapura sehingga harga BBM lebih stabil," tegas dia di Jakarta, Minggu (20/9/2015).
Menurut Wisnu, saat ini Pertamina hanya mempunyai 6 kilang minyak yang berusia rata-rata 15 tahun. Selama itu pula, sambungnya, tidak ada kemajuan pembangunan kilang minyak di Indonesia yang mengakibatkan Negara ini ketergantungan impor BBM. Bahkan belasan investor yang pernah mengajukan komitmen membangun kilang selalu gagal merealisasikannya.
"Dulu pernah ada 11 perusahaan atau investor, tapi tidak ada satupun yang terealisasi sampai sekarang. Itu karena kuatnya satu pihak yang mengusahakan jangan sampai kilang Indonesia maju. Itu pemerintah yang dulu-dulu, kami tidak mau sebutkan," tegas dia.
Saat ini, lanjutnya, pemerintah sedang mengebut penyelesaian Peraturan Presiden (Perpres) tentang pembangunan kilang di Indonesia. Dalam perpres, kontraktor kilang akan mendapat berbagai insentif.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Setyorini Tri Hutami sebelumnya menjelaskan, dalam perpres tersebut akan mengatur skema pembangunan kilang.
"Di Perpres itu nanti akan mengatur akan pembangunan kilang dengan berbagai mekanisme. Bisa kerjasama antara Badan Usaha (KPBU), bisa badan usaha swasta, bisa Pertamina, bisa dengan APBN," kata Setyorini.
Rini menambahkan, dalam Perpres tersebut juga mengatur insetif yang akan diberikan bagi pihak yang berminat membangun kilang. Insetif tersebut berupa tax holiday, pembebasan Pajak Penambahan Nilai (PPN) dan bea masuk.
"Kalau insentif dan lain-lainnya belum final. Kalau skemanya itu pembebasan PPN dan bea masuk itu umum," tuturnya.
Setyorini mengungkapkan, jika pembangunan kilang dilakukan dengan skema KPBU maka pasokan bahan baku minyak mentah harus disediakan badan usaha.
Jika pembangunan kilang menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), maka Pertamina bisa mendapat penugasan membangunnya dan memasok minyak mentahnya.
"Kalau KPBU, yang bekewajiban untuk feedstock itu badan usahanya. Tapi offtaker Pertamina. Kalau yang APBN dan penugasan ke Pertamina, nanti pertamina yang akan mencari feedstock-nya," pungkasnya. (Fik/Gdn)
Energi & Tambang