Semangat Wanita Bertubuh Separuh di Kaki Gunung Merapi

Berkat keteguhan hatinya, wanita kelahiran Kudus 3 Desember 1987 itu menemukan jodohnya, Wahyu Nugroho.

oleh Yanuar H diperbarui 21 Sep 2015, 13:03 WIB
Aslimah yang berjualan akar wangi di bawah kaki Gunung merapi. (Liputan6.com/Fathi Mahmud)

Liputan6.com, Sleman - Memiliki kekurangan tak menjadikan wanita ini patah semangat menjalani hidup. Aslimah adalah wanita yang tak pernah putus asa meski terlahir tak sempurna.

Aslimah lahir tanpa memiliki sepasang kaki sehingga sosoknya terlihat kecil. Di balik keterbatasan fisik itu, ia dibekali hati yang kuat untuk menjalani hidup.

Namun, berkat keteguhan hatinya, wanita kelahiran Kudus 3 Desember 1987 itu menemukan jodohnya, Wahyu Nugroho.

Wahyu mengaku mencintai Aslimah karena kebaikannya dan tidak patah semangat. "Awal ketemu itu saya sulit tidur. Waktu itu pas ada pasar malam di GOR Kudus. Pulangnya saya juga susah tidur, mungkin karena jodoh saya itu orangnya juga baik," ujar Wahyu Senin (21/9/2015).

Usai pertemuan dengan Aslimah pada tahun 2007, komunikasi berlanjut hingga 2009. Hingga akhirnya Aslimah dan Wahyu Nugroho sepakat untuk menikah.

Aslimah yang berjualan akar wangi di bawah kaki Gunung merapi. (Liputan6.com/Fathi Mahmud)

Namun rencana ini ternyata tidak disetujui oleh orang tua Wahyu.

Berbekal niat tulus ingin membina keluarga dan sungguh-sungguh menjalaninya bersama, akhirnya Aslimah membuktikan diri bahwa cacat fisik yang dimilikinya tak menjadi penghambat untuk mencari nafkah sendiri.

Berbekal keterampilan suaminya yang bisa membuat patung dan bentuk lainnya, mereka sepakat berjual akar wangi dengan berbagai rupa.

"Belum direstui dari keluarga Mas Wahyu. Saya berpikir begini, kalau enggak setuju ya wajar karena orang tua mana yang ingin punya menantu yang separuh. Harapannya kan punya menantu yang cantik dan normal. Akhirnya saya bilang, kita buktikan nikah dengan jenengan bukan karena ingin yang memanfaatkan dia yang sempurna secara fisik, di sini kita bisa buktikan kita ini saling melengkapi," ujar Aslimah.

Ia lalu menikah dengan pria baik hati asal Gunungkidul itu pada 17 Mei 2010. 


Nekat Berjualan

Bermodal nekat dan uang pas-pasan Rp 250.000, akhirnya Wahyu dan Aslimah berjualan di pinggir jalan di kawasan Tlogo Putri, Kaliurang, Pakem, Sleman. Hari pertama, ia berhasil mendapatkan hasil penjualan Rp 125.000 dan yakin untuk berjualan di Tlogo Putri.

"Pernah enggak laku sampai berhari hari. Lalu diminta pergi saat penertiban itu lalu ke atas, tapi sepi banget lalu pindah tempatnya Mbah Maridjan tahun 2011," ujar Aslimah.

Putri pasangan Tumini dan Sokibi itu kini sehari-hari menjual akar wangi di kaki Gunung Merapi tepatnya di Ngrangkah Kinahrejo -- tidak jauh dari rumah Mbah Maridjan -- bersama suaminya.

Halangan selama berjualan di kawasan trotoar adalah cuaca yang kurang mendukung. Pernah berjualan di pinggir jalan saat hujan deras. Aku terpaksa ditinggal berteduh oleh suamiku di bawah terpal dan payung pinjaman dari tetangga. Sampai akhirnya selokan dekat area jualan meluap dan mulai menggenangi barang dagangan.

"Jadi kalo panas ya kepanasan, hujan ya kehujanan. Pernah sampai selokan meluap. Aku lalu diamankan ke masjid setelah berteduh di bawah payung," ujar Aslimah.

Tidak hanya itu, akar wangi yang dijualnya mulai dari harga Rp 3.500-150.000 juga pernah tidak laku. Bahkan dalam satu bulan tidak ada barang yang terjual.

Padahal selain akar wangi yang dibentuk naga, gajah, udang dan burung, ia juga jualan cobek, madu, dan benda aksesoris.

Namun Aslimah yakin jika Tuhan dapat memberikan rejeki dalam bentuk lain. "Ya yang lebih tahu kan Tuhan. Jadi kalau tidak laku, mungkin rejekinya diganti dengan yang lain, misalnya kesehatan. Positive thinking aja sama Gusti Allah," ujarnya.

Sikap Aslimah yang kuat dan tidak patah semangat ini sudah terlihat sejak kecil. Aslimah kecil yang tinggal di Kandang Mas, Ndawe, Kudus, ini sering mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan karena keterbatasan fisiknya. Namun ia tetap tegar dengan perlakuan teman-temannya waktu kecil yang sering mengejeknya.

Aslimah dengan buah hatinya yang baru berusia 2 bulan. (Liputan6.com/Fathi Mahmud)

Bahkan orang tuanya sendiri kerap memintanya tidak keluar kamar saat ada tamu di rumah agar ia tidak sakit hati jika tamu tersebut berbicara yang jelek tentang Aslimah.

Kondisi ini menjadi waktu yang suram bagi dirinya. Ñamun lambat laun kondisi ini digunakan untuk bangkit dan tidak jatuh dalam keterpurukan. Ia tuntaskan pendidikan sekolahnya sampai SMA untuk bekal kehidupannya.

"Waktu kecil temen-temen sering hina aku, kan mereka waktu kecil tidak tahu apa yang diucapkan. Lalu kalo ada tamu aku dilarang keluar, mungkin orangtuaku tidak ingin saya sakit hati jika dibilangin macem-macem," ujar Aslima.

Di rumah kontrakan di Kaliurang Barat Hargobinangun Pakem Sleman ini, Aslimah tengah berbahagia dengan kelahiran dari anak kedua pada dua bulan lalu. Ia berharap anak anaknya nanti dapat berguna bagi nusa dan bangsa.

"Ini Aswa Norin As zahra (3) dan Yesha Sintya Ramadhan baru 2 bulan mas," ujar Aslimah memperkenalkan kedua anaknya.

Anggapan tentang dirinya yang memiliki keterbatasan fisik memacunya untuk membuktikan diri supaya mampu berbuat layaknya manusia normal, seperti mencari nafkah sendiri di kaki Merapi. (Tnt/Sar)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya