Liputan6.com, Jakarta - Galon polikarbonat (PC) dipastikan masih aman digunakan. Hal itu seperti disampaikan Pakar Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB) Ahmad Zainal Abidin. Dia pun meminta agar masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir mengonsumsi air dari galon isi ulang.
"Air minum dalam galon guna ulang berbahan PC aman untuk dikonsumsi," ujar Zainal melalui keterangan tertulis, Senin (5/8/2024).
Advertisement
Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB itu menjelaskan, hasil penelitian menunjukkan kalau tidak ada satu sampel pun dari galon air guna ulang yang diteliti itu mengandung BPA di atas ketentuan maksimum sehingga bisa membahayakan kesehatan manusia.
Hal ini disampaikan menyusul aturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang meminta produsen memberikan label potensi mengandung BPA pada galon kemasan PC.
Menurut Zainal, tidak hanya BPA, namun semua zat-zat prekursor seperti ethylene glycol (EG) dan diethylene glycol (DEG) yang digunakan untuk membuat kemasan PET atau galon sekali pakai seperti memiliki bahaya serupa.
"Karenanya, kemasan-kemasan itu perlu diawasi secara berkala oleh BPOM," jelas Zainal.
Hal senada juga disampaikan Pakar Teknologi Plastik Wiyu Wahono. Dia juga mengatakan, kemasan PC masih sangat aman digunakan masyarakat.
Dia menegaskan, meski sudah dipakai puluhan tahun, para konsumen galon guna ulang air minum tidak pernah mengalami gangguan kesehatan apapun.
Pakar yang sudah mempelajari dunia plastik lebih dari 20 tahun ini melanjutkan, galon PC dipilih sebagai kemasan air karena memiliki kekuatan dan lebih ramah lingkungan.
"Paparan BPA dalam galon guna ulang juga terus menciut saat dipergunakan kembali," ucap Wiyu.
Tetap Aman Digunakan
Wiyu menerangkan, dalam galon PC, paparan BPA yang masuk ke dalam tubuh dikeluarkan sekitar 2 hingga 4 jam sekali melalui urine atau zat sisa.
Dosen teknologi plastik di salah satu kampus di Jerman ini melanjutkan, sehingga paparan BPA ke dalam tubuh tidak akan terjadi akumulasi.
"Kalau akumulasi itu artinya menumpuk terus enggak keluar dan ini tidak terjadi. Kalo stibium (antimon, bahan kimia dalam kemasan PET) ini saya tidak tahu tapi kalau BPA ini yang tidak terjadi akumulasi," kata Wiyu.
Dia mengungkapkan, Eropa tidak melarang kemasan PC kecuali yang mengandung BPA melebihi ambang batas aman. Artinya, sambung Wiyu, selama masih di bawah tolerable daily intake (TDI) alias ambang batas aman masih boleh dipergunakan.
"Kalau yang mereka sebut di dunia banyak dilarang, yang dilarang adalah untuk botol bayi. Itu baru betul dilarang sudah lama," tutup dia.
Kemudian, Pakar Teknologi Lingkungan ITB Enri Damanhuri menilai, kemasan galon PC bisa menjadi solusi penyediaan air minum yang ramah lingkungan di Indonesia.
"Ini mengingat galon memang dibuat untuk bisa digunakan secara berulang dan praktis tanpa menimbulkan potensi timbulnya persoalan sampah plastik," ucap dia.
"Kita semua sepakat untuk mengurangi pencemaran sampah plastik di lingkungan, tidak lagi menggunakan single-use plastic," sambung Enri.
Advertisement
Dinilai Lebih Ramah Lingkungan
Dosen dan peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center, Institut Pertanian Bogor (IPB) Nugraha Edhi Suyatma juga menilai, galon PC lebih ramah lingkungan dibanding galon sekali pakai.
Menurutnya, galon PC tidak menghasilkan sampah karena kemasan digunakan kembali, sekaligus mengurangi energi yang digunakan untuk mendaur ulang.
"Jadi dari aspek lingkungan, kemasan galon PC lebih unggul dibandingkan galon PET. Kemasan galon PC memiliki guna ulang yang lebih panjang dibandingkan galon dari PET," papar Edhi.
Seperti diketahui, BPOM telah mengeluarkan Peraturan Nomor 6 Tahun 2024 tentang pelabelan kemasan BPA pada galon PC. Peraturan yang disinyalir akan menguntungkan pihak tertentu itu dikhawatirkan akan mendorong penggunaan kemasan sekali pakai yang berujung pada masalah timbunan sampah.
Hal tersebut bertentangan dengan semangat masyarakat dan produsen yang bertanggungjawab untuk mengurangi jumlah timbunan sampah. Produsen berkewajiban mengelola sampah yang berasal dari hasil produk mereka karena dunia tengah menghadapi status darurat sampah.
Pemerintah melalui Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 juga telah membuat roadmap agar target pengurangan sampah oleh produsen sebesar 30 persen di 2029 dapat tercapai. Dengan melaksanakan Permen maka perusahaan dapat memberikan kontribusi sekaligus menghemat emisi karbon dan menangani dampak polusi limbah plastik.