Liputan6.com, Jakarta - Perpanjangan konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT) kepada perusahaan asal Hong Kong Hutchison Port Holdings (HPH) selama 20 tahun (2019-2039) oleh PT Pelindo II menimbulkan polemik. Tak hanya dari sisi dugaan pelanggaran hukum, namun juga prosesnya dinilai tak transparan.
"Untuk itu, besok pagi Pekerja JICT akan mengadukan Dirut Pelindo II RJ Lino terkait dugaan korupsi perpanjangan konsesi JICT yang melibatkan Hutchison dan Pelindo II," kata Ketua Serikat Pekerja JICT Nova Hakim di Jakarta, Senin (21/9/2015).
Advertisement
Menurut dia, ada dugaan pelanggaran menyangkut perpanjangan konsesi tersebut. Yaitu tidak ditender terbuka dan harga penjualan JICT pada 2015 hanya US$ 215 juta atau lebih rendah dari 1999 saat pertama kali diprivatisasi yakni senilai US$ 243 juta.
"SP JICT akan melakukan pengaduan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa 22 September pagi pukul 10.00 WIB," tandas Nova.
Komisi VI DPR sebagai mitra kerja BUMN juga menyoroti kasus tersebut. Ketua Komisi VI Hafisz Tohir menilai keputusan Dirut Pelindo II RJ Lino memperpanjang konsesi dengan Hutchison Port Holding (HPH) perlu dikaji. Hal ini terkait dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 yang mengatur tentang pelayaran.
"Karena (Pelindo II) mengabaikan otoritas pemerintah di pelabuhan sebagai regulator sebelum memberi konsesi kepada HPH," ujar Hafisz Tohir dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Jumat 18 September 2015.
Menurut Hafisz, pada Pasal 82 Undang-Undang No. 17 tahun 2008 dalam ketentuan peralihan Pasal 344 menyebutkan, perpanjangan konsesi dengan swasta atau asing PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo II) harus membuat kontrak dengan pemerintah melalui otoritas pelabuhan. Setelah itu, baru bisa memperpanjang konsesi perpanjangan kontrak JICT. (Ali/Ron)