Liputan6.com, Jakarta Hati individu yang kerap disalahkan, dikritik setiap hari dan tidak pernah dihargai apa pun jerih payah yang telah dia lakukan mudah terluka. Untuk menyembuhkan luka itu dibutuhkan waktu yang tidak sebentar. Umum terjadi antara atasan dan bawahan.
Bawahan yang tak dapat berbuat apa-apa hanya bisa manut tiap kali disuruh-suruh. Pun ketika hasil kerja dinilai tidak memuaskan, mereka hanya bisa pasrah mendapat kritikan dan tidak dihargai sama sekali. Hati-hati, bawahan yang selalu mengalami kondisi ini mudah rapuh, kepercayaan diri menurun, dan bingung harus berbuat apa.
Advertisement
Psikiater asal Mumbai, India, Anjali Chhabria mengatakan, kondisi ini dinamakan pelecehan emosional. Jika di tubuh korban pelecehan seksual terlihat bekasnya sedangkan di tubuh korban pelecehan emosional tak terlihat sama sekali. Ini yang menyulitkan mereka mendapat pengobatan dalam bentuk dukungan moril.
Menurut Anjali, kritik dan pengabaian emosional dapat menyebabkan kerusakan permanen yang membuat individu dalam hal ini bawan merasa bingung, cemas, dan tidak mampu membuat keputusan. Mereka berusaha sekuat tenaga menghasilkan karya yang bagus. Tapi selalu saja dinilai buruk dan dianggap tidak becus.
Stres semacam ini menyebabkan masalah psikologis seperti rasa takut, cemas, depresi, kurang tidur, menangis, marah, dan iritasi. Bahkan dalam beberapa kasus, ada individu yang kehilangan rasa percaya diri dan menyerahkan diri pada zat-zat psikotropika dan mabuk-mabukkan.
"Yang bahaya ketika masalah ini terbawa sampai ke rumah. Pasangan tidak mengetahui apa yang terjadi dengan pasangannya dan merasa bingung ketika pasangannya bersikap berbeda," kata Anjali dikutip dari situs Times of India, Selasa (22/9/2015)