Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengaku tidak tahu-menahu mengenai adanya permainan impor garam yang dikuasai tujuh perusahaan. Hal ini menyusul pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli soal tujuh begal atau predator dalam proses impor garam.
"Saya tidak terlalu mengikuti persis ya. Fokus saya adalah industri jangan sampai setop karena kehabisan atau kesulitan bahan baku," tegas Saleh usai Rakor Biodiesel dan Deregulasi di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (22/9/2015).
Advertisement
Menurutnya, garam konsumsi berbeda dengan impor garam industri seperti industri kaca, pengeboran lepas pantai, atau lainnya. Impor garam industri bukan untuk konsumsi.
"Garam ini beda, (ini) garam untuk industri jangan disamakan. Seperti industri kaca, pengeboran lepas pantai. Itu garamnya beda, tidak bisa dipakai konsumsi," tutur Saleh.
Sebelumnya, Rizal Ramli menjelaskan, yang dimaksud dengan tujuh begal tersebut adalah tujuh perusahaan importir yang mendapat kuota impor garam. Importir yang mendapat kuota tersebut mengambil kesempatan dengan memainkan pasokan garam sehingga membuat harga melambung.
"Garam adalah contoh klasik di mana perdagangan diatur oleh kuota eksplisit dan implisit, langsung dan tak langsung. Sistem ini merugikan rakyat. Jadi pedagang quota holder yang menikmati keuntungan. Di sektor garam ada tujuh pemegang kuota tersebut, namanya begal garam," kata Rizal.
Menurut Rizal, hal tersebut merupakan bentuk praktik kartel predatori. Kasus serupa ia pernah teliti dalam impor bawang. Cara kerja kertel bawang tersebut mengimpor bawang dalam jumlah besar saat petani bawang sedang mengalami panen.
Dia menambahkan, kartel tersebut tak hanya mencari keuntungan pada komoditas garam saja, tetapi pada komoditas lain yang diimpor.
"Sistem ini tak hanya terjadi di garam, tapi juga di gula, daging, dan impor lain. Pemegang kuota gula itu namanya 7 samurai, saya sebut begal gula, begitu juga," pungkasnya.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah mengendus adanya kecurangan dalam tata niaga garam di Indonesia. (Fik/Zul/Sar)