Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membantah tuduhan gratifikasi kepada Menteri BUMN Rini Soemarno oleh RJ Lino yang dilontarkan oleh Masinton Pasaribu.
“Tidak benar bahwa Ibu Menteri menerima perabot rumah tangga seperti dituduhkan. Tuduhan tersebut mengada-ada dan tidak memiliki dasar yang kuat.” ujar Kepala Bagian Komunikasi Publik Kementerian BUMN, Teddy Poernama dalam keterangan tertulisnya, Selasa (22/9/2015).
Teddy mengungkapkan bahwa selama ini Menteri BUMN tidak pernah tinggal di kediaman resmi Jalan Widya Chandra IV. No 15 Jakarta Selatan. Rini Soemarno selama ini tinggal di kediaman pribadi.
Advertisement
Sedangkan rumah jabatan dijadikan tempat aktivitas para anggota Darma Wanita Kementerian BUMN dan Ikatan Isteri Pimpinan BUMN (IIP BUMN) yang diselenggarakan sewaktu-waktu (tidak sehari hari). Menteri BUMN adalah pembina kedua organisasi tersebut.
“Memang ada 15 lukisan karya Ny. Betty RJ Lino, yang dipajang di rumah yang digunakan sebagai tempat pertemuan anggota Darma Wanita dan IIP BUMN,” ujarnya.
Rumah yang menjadi jatah menteri BUMN serta seluruh barang dan perabot di dalamnya adalah inventaris negara dan dikelola oleh Kementerian Sekretaris Negara. Rumah jabatan ini diserah terimakan kepada Biro Umum Kementerian BUMN pada tanggal 20 Oktober 2014.
Rumah jabatan tersebut sejak zaman menteri BUMN Dahlan Iskan pada tahun 2012 tidak pernah di tempati sampai saat ini. “Karena itulah rumah terasa kosong dan hampa, minus dekorasi seperti lukisan misalnya. Melihat hal tersebut Ny. Lino dalam kapasitasnya sebagai ketua Ikatan Isteri Pimpinan BUMN yang mempunyai hobi melukis berinisiatif memajang lukisan karyanya agar ruangan terlihat lebih asri,” jelas Teddy.
Selain lukisan, Betty Lino juga menempatkan satu set sofa dan beberapa barang lain pada bulan Maret 2015 “Pada Bulan itu pengadaan sofa baru masih dalam proses lelang. Baru beberapa pekan kemudian secara bertahap rumah dinas itu dipenuhi furniturnya,” kata Teddy.
Sofa dan peralatan lainnya akan dikembalikan kepada Pelindo 2 mengingat statusnya sebagai barang inventaris Pelindo 2.
Sejak era menteri Rini Soemarno rumah jabatan digunakan sebagai tempat kegiatan anggota Darma Wanita dan IIP BUMN untuk acara kegiatan sosial kemasyarakatan dan keagamaan.
Kementerian BUMN untuk tahun 2015 ini menggunakannya untuk tempat berbuka bersama wartawan dan direksi BUMN pada bulan Ramadan lalu.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu sebelumnya menyambangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia bermaksud melaporkan dugaan penerimaan gratifikasi oleh Menteri BUMN Rini Soemarno dari Dirut Pelindo II RJ Lino.
"Data ini, saya mau menyampaikan klarifikasi ke KPK perihal dugaan penerimaan gratifikasi dari Dirut Pelindo II ke Menteri BUMN dalam bentuk barang," ujar Masinton Pasaribu di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/9/2015).
Dugaan penerimaan gratifikasi dari RJ Lino ke Rini Soemarno yang dimaksud Masinton berupa perabotan rumah tangga seharga berkisar Rp 200 juta. "Barang itu perabotan rumah, dokumennya lengkap di sini. Ini masih paket hemat, belum paket jumbo, nilainya Rp 200 juta," beber Masinton.
Menurut dia, laporan ini sengaja disampaikan ke KPK karena sesuai dengan Undang-undang (UU) Tindak Pidana Korupsi, penyelenggara negara tidak boleh menerima barang atau janji terkait jabatannya.(Yas/Ndw)
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu menyambangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia bermaksud melaporkan dugaan penerimaan gratifikasi oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dari Dirut Pelindo II RJ Lino.
"Data ini, saya mau menyampaikan klarifikasi ke KPK perihal dugaan penerimaan gratifikasi dari Dirut Pelindo II ke Menteri BUMN dalam bentuk barang," ujar Masinton Pasaribu di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/9/2015).
Dugaan penerimaan gratifikasi dari RJ Lino ke Rini Soemarno yang dimaksud Masinton berupa perabotan rumah tangga seharga berkisar Rp 200 juta. "Barang itu perabotan rumah, dokumennya lengkap di sini. Ini masih paket hemat, belum paket jumbo, nilainya Rp 200 juta," beber Masinton.
Menurut dia, laporan ini sengaja disampaikan ke KPK karena sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, penyelenggara negara tidak boleh menerima barang atau janji terkait jabatannya.