'Berebut' Napas di Tragedi Mina

Kedahsyatan peristiwa mematikan ini diungkapkan Abdullah Lotfy

oleh Tanti YulianingsihAceng MukaramTaufiqurrohmanOscar FerriYanuar HArie Mega Prastiwi diperbarui 26 Sep 2015, 00:07 WIB
Insiden haji di Mina, 220 jemaah wafat (Reuters)

Liputan6.com, Jakarta - Radhi Hassan tak menyangka mampu melewati masa kritis. Kala itu, Kamis 24 September 2015 ia terkepung oleh ribuan jemaah haji yang akan melempar jumrah di Mina, Mekah, Arab Saudi.

Jemaah dari Irak ini berupaya keras keluar dari kerumunan manusia. "Aku kira aku akan mati. Aku mendorong orang-orang dan berhasil keluar," cerita pria berusia 56 tahun itu seperti dikutip dari The Guardian, Jumat 25 September 2015.

Pagi hari merupakan waktu yang dipilih bagi para jemaah haji seluruh dunia untuk menuju Mina. Itu demi mencegah cuaca panas yang terik saat siang hari.

Dia menuturkan, saat ini ada 160 orang anggota kelompok dalam rombongannya yang masih hilang. Kala insiden terjadi, ribuan jemaah haji tumbang satu per satu ke tanah layaknya domino.

"Dua orang tua jatuh dan kemudian terjadi kekacauan. Ribuan orang mencoba mendorong dan terjatuh ke tanah seperti domino. Para jemaah menginjak jemaah lainnya dan banyak orang kehabisan nafas," lanjut Hassan.

Kedahsyatan peristiwa itu juga diungkapkan Abdullah Lotfy. Pria yang selamat dari tragedi mematikan ini menuturkan kekacauan pada saat kejadian. Dorongan lautan manusia bak gelombang yang menghempaskannya ke depan dan belakang.

"Aku melihat seseorang menabrak orang di kursi roda dan beberapa lainnya menabrak mereka. Para jemaah saling panjat untuk bisa bernapas," ujar pria 44 tahun dari Mesir ini.

Suasana kian memilukan kala ia mendengar teriakan wanita dan orang tua yang meminta tolong. Namun apa daya, ia pun harus menyelamatkan diri.

"Aku berusaha sangat keras untuk keluar, pakaianku entah ke mana karena robek, tapi aku tak peduli, yang penting berhasil keluar," lanjut Abdurrahman lagi.

Usahanya untuk keluar dari kerumunan jemaah haji tak berjalan lancar. Pintu masuk ke kemah jemaah dijaga ketat aparat. "Aku ditahan aparat keamanan yang mencegah jemaah untuk masuk, hal ini justru memperparah kondisi," cerita Abdurrahman.

Ia pun akhirnya berhasil masuk ke wilayah kemah setelah aparat lengah dan menolak kembali ke jalur para jemaah. Dia mengatakan, aparat terlambat datang untuk mengamankan situasi.

Petunjuk Slayer

Tragedi yang terjadi usai beberapa hari crane jatuh di Mekah ini telah menelan korban jiwa lebih dari 700 orang. Sekitar 800 jemaah mengalami luka.

Di antara korban tewas, terdapat 3 jemaah asal Indonesia. Mereka adalah Busyaiyah Syahrel Abdul Gafar dari embarkasi Batam, Nero Sahi Astro dari embarkasi Surabaya, Sumaniro dari Probolinggo. Selain itu, ada 6 orang yang mengalami luka.

"Jemaah cedera saat ini sedang dirawat di rumah sakit Arab Saudi sebanyak 6 orang," ujar Kepala Daker Mekah Arsyad Hidayat dalam keterangan persnya yang diterima di Jakarta, Jumat 25 September 2015.

Identifikasi awal yang menunjukkan bahwa ada korban dari WNI berasal dari kain slayer (kain yang biasa dikalungkan di leher atau kepala) yang dipakai jemaah haji Indonesia.

"Informasi yang kami terima ada slayer identitas jemaah yang berasal dari Indonesia," ucap Kepala Bidang Humas Kementerian Agama (Kemenag) Rosid‎in Karidi di Kemenag,‎ Jakarta, Jumat (25/9/2015).

Setelah itu, lanjut Rosidin, pihaknya melakukan koordinasi dengan panitia penyelenggara ibadah haji di Mekah untuk memeriksa informasi tersebut. Kemudian meneruskannya ke masing-masing ketua regu untuk menanyakan ada tidaknya peserta rombongannya yang hilang.

"K‎ita terus berkoordinasi untuk saling kroscek kemudian melaporkan ke ketua regu apakah ada jemaah yang merasa kehilangan," ucap dia.

Rosidin menerangkan, ketiga WNI yang menjadi korban itu kemungkinan besar tersesat. Mereka berjalan di jalur yang bukan untuk rombongan jemaah haji Indonesia.

"Mungkin karena faktor kelelahan, jadi kemungkinan terlepas sangat besar," ujar Rosidin.

Nasib baik menyelimuti jemaah haji bernama Ati Rohyani. Korban tragedi Mina ini selamat meski sempat terinjak-injak dan kedinginan selama 8 jam.

"Ia terinjak-injak dan nyaris tewas dalam insiden itu. Kaki dan tangannya luka-luka dan tak bisa jalan," ujar Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang juga tengah menunaikan ibadah haji di Mekah melalui pesan tertulisnya kepada Liputan6.com, Jumat (25/9/2015).

Namun Ati bersama 6 adiknya yang juga terinjak-injak harus berpisah akibat tragedi tersebut. Hingga kini, nasib keenam adiknya itu belum diketahui keberadaannya.

"Kami sudah menelepon nomor handphone adiknya tapi tak tersambung. Kami sudah kabari suami Ibu Ati ke Banjar, Jawa Barat, tentang kondisi istrinya,‎" ungkap Fadli.

Ke depan, dia meminta Arab Saudi untuk mempersiapkan pelaksanaan Haji dengan lebih baik. Tragedi Mina memang musibah, tapi bisa dihindari.

"Menteri Agama harus berani meminta pertanggung jawaban pihak Saudi. Ini juga pembelajaran bagi pelayanan haji kita agar lebih baik dan lebih siap, termasuk jika terjadi insiden darurat," pungkas Fadli Zon.

Duka Keluarga Korban

Duka mendalam dirasakan Haris Wahyudin (39 tahun). Menantu dari Busyaiyah Binti Syahril Abdul Gafar (50) itu tak menyangka jika mertuanya menjadi korban tragedi Mina.

Haris mengatakan, mertuanya menunaikan rukun Islam kelima itu bersama suaminya Abdul Wahab Idris (60) melalui embarkasi Batam kloter 14, Minggu 6 September 2015.

"Putri pertama beliau kirim pesan baik-baik saja saat ada crane jatuh. Saat ada tragedi Mina, adiknya dari Singkawang nonton TV ada nama ibu mereka. Terus berusaha menghubungi hotline tapi putus. Mereka telepon balik dan menyebutkan nama lengkap alamatnya memang benar," ujar Haris di rumah Busyaiyah, Jalan Muhammad Hambal, Kelurahan Akcaya, Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (24/9/2015).

Hingga kini ia tak percaya atas kejadian yang menimpa mertuanya. Pada Kamis 24 September, Kedua orangtuanya itu sempat dihubungi dari Pontianak melalui telepon.

"Kamis jam 08.00 pagi ngebel (telepon) tidak diangkat karena salat Iduladha. Setelah ditelepon lagi tidak diangkat," jelas Haris.

"Ibu bekerja di kantor Gubernur Kalimantan Barat sebagai Staf Fungsional Umum Biro Perekonomian dan Pembangunan. Bapak pensiunan Inspektorat Provinsi Kalimantan Barat. Ibu usianya 50 tahun. Bapak 60 tahun. Namun, awalnya kita belum yakin. Apalagi, otoritas sangat sulit dihubungi," jelas Haris.

Sementara itu, Susanti (32), anak pertama dari Busyaiyah, mengaku selalu menghubungi ibu dan bapaknya di Tanah Suci.

"Ibu dan bapak tanggal 6 September berangkat. Kemarin SMS, baik-baik aja. Sempat ada crane jatuh ada pesan. Kebakaran hotel ada pesan, baik-baik juga, bapak dan ibu baik-baik aja," jelas Susanti di tempat yang sama.

Atas kejadian ini, Raja Arab Saudi, Salman turut berbelasungkawa terhadap para korban tragedi Mina. Ia menyampaikan langsung rasa kehilangannya melalui sebuah pidato yang disiarkan langsung televisi lokal pada Kamis 24 September 2015 waktu setempat.

"Saya telah memerintahkan peninjauan terhadap perencanaan penanganan haji tersebut. Untuk secepatnya menyelidiki insiden menyedihkan yang menewaskan 717 orang dan melukai 863 orang di perempatan Jalan 204 di Mina -- beberapa kilometer sebelah timur Mekah," kata Raja Salman seperti dikutip dari Al Arabiya, Jumat (25/9/2015).

Dilansir dari BBC, Raja Arab Saudi juga memerintahkan peninjauan keamanan untuk haji setelah tragedi memilukan terjadi saat ritual lempar jumrah. (Ali/Ado)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya