Liputan6.com, Jakarta - Gayus Halomoan Tambunan telah dipindahkan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Bandung ke Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Pemindahan ini dilakukan untuk mencegah Gayus 'keluyuran' di luar tahanan.
Anggota Komisi III Dwi Ria Latifa mengatakan keluarnya Gayus usai sidang perceraian merupakan bukti terpidana kasus mafia pajak itu mampu mengendalikan sebuah sistem lewat kedekatan emosional ataupun karena imbalan ke petugas lapas.
"Saya selalu berpikir, sangat hebat penguasaan terhadap satu sistem, bisa menguasai penguasa atau pemimpin-pemimpin dalam suatu lembaga. Entah itu karena hubungan emosional atau ada uang, itu yang harus dicek," ujar Dwi dalam diskusi di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (26/9/2015).
Menurut dia, seorang narapidana mempunyai hak untuk meninggalkan lapas apabila terdapat hal-hal spesial seperti, menikahkan anak, keluarga meninggal dan masalah hak waris. "Tapi tidak berarti dijadikan alasan pembenaran untuk jalan-jalan," tutur Dwi.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menyayangkan masalah integritas di kalangan sipir yang masih rendah terutama masalah kedisiplinan. Selain itu, dia beberapa kali menemukan kondisi lapas yang kurang layak, baik dari fasilitas maupun jumlah sipir saat melakukan kunjungan kerja bersama Komisi III.
"Kalau kita mau jujur sebenarnya tidak hanya seorang Gayus yang melakukan ini, pasti ada lagi yang lain, mari pelan-pelan coba ditelusuri, cuman yang ketangkep basah adalah Gayus," kata Dwi.
Selain itu, lanjut dia, kebijakan yang dibuat Kemenkumham harus bisa diterjemahkan oleh dirjen lapas, kepala lapas sampai pada tingkat sipir. Hal ini wajib hukumnya untuk tidak memberikan celah bagi pelanggaran.
"Berapa pun anggaran yang diberikan semua petugas di lapas, tapi kalau misalnya tidak ada integritasnya tidak ada gunanya, mau digaji puluhan juta pun, ada hakim yang kena sogok," ujar Dwi.
Dia mengingatkan peningkatan integritas sumber daya manusia harus dimulai dari proses rekrutmen petugas.
"Bukan hanya sekadar memenuhi pegawai di lapas dan tidak hanya semata-mata sistem online, tetapi ada pelatihan khusus dalam hal mental maupun dalam kemampuan memahami aturan secara tegas untuk memutus mata rantai kepentingan petugas memainkan peran,” lanjut Dwi.
Jubir Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham Akbar Hadi mengakui kondisi lapas di Indonesia masih banyak masalah, di antaranya persoalan infrastruktur dan sumber daya manusia yang masih minim.
"Di lapas itu baik dari segi kuantitas maupun kualitas jumlahnya sangat kurang, jadi kalau pejabat di pusat saja yang mengawasi tentu ini juga terbatas. Kalau memang ada warga binaan yang keluar tidak melalui prosedur yang sah, silakan menghubungi kami, tentu saja akan segera kami proses," jelas Dwi. (Bob/Ans)
Advertisement