Liputan6.com, Jakarta - Malam itu hawa panas merayap ke seluruh penjuru hutan. Uap yang terasa mendidih menjalar ke sekujur tubuh yang hidup dalam hutan gambut. Api terus berkobar menjilat apapun yang bisa dijangkau. Semburan bara memperluas jakauan api. Hanya satu cara menghentikan situasi ini, padamkan api.
Mesin pompa seperti terengah-engah dan tiba-tiba mati. Api begitu dekat. Semua pasukan Manggala Agni, pemadam kebakaran hutan berharap, mesin pompa harus berfungsi kembali karena situasinya berkejaran dengan waktu.
Advertisement
Malam berlalu, api tak semuanya dapat ditundukan. Arang mulai menghembuskan banyak asap dan yang paling berbahaya ketika angin kencang datang, ia akan membawa bara ke tempat lain dan kebakaran pun semakin meluas.
Asap bertebaran, berpencar mencari ruang dan menyesaki kawasan. Bumi terus menyimpan bara serta mengeluarkan hawa panas. Api seolah terus merayap di kedalaman 3 meter dan sewaktu-waktu muncul kembali ke permukaan.
Berjibaku, menapak di atas bumi panas, ini situasi yang sangat berbahaya, karena tak pernah terketahui kapan angin datang dan api kembali menguasai permukaan. Ini baru situasi di dua titik kebakaran, di Kalimantan ada ratusan titik kebakaran.
Asap menguasai bumi Kalimantan. Binatang terus berteriak ingin menghirup udara yang penuh oksigen murni, bukan udara yang penuh asap dengan kandungan karbondioksida yang tinggi. Asap bisa menyelinap kemana pun ia mau. Gangguan berbagai penyakit menyerang siapapun.
Seperti tak ada tempat lagi yang tak berasap. Kabut asap mengusir kabut pagi yang sehat. Primata endemik Borneo, orang utan, mulai kehilangan sebagian besar rumahnya. Dan ia hanya bertahan di antara asap setelah lari dari kejaran api.
Api tak hanya menyibukkan pasukan pemadan kebakaran hutan. Warga yang tinggal di sekitar hutan gambut pun berusaha memandamkan dengan caranya yangn sangat sederhana.
Tanpa air. Ranting digunakan untuk membunuh api dan api ini terus mengancam kehidupan semua makluk di Pulau Borneo.
Api menghancurkan harapan hidup orang utan, tempat bergelayut pun dimakan api, buah, daun pendukung nutrisi orang utan dalam hitungan sepersekian detik, lenyap dilalap api. Tak ada pilihan lain, kecuali ia mendiami sisa-sisa hutan yang masih hijau atau ke kebun warga. Warga merasa perlu mencari dan menyelamatkan orang utan yang terjebak dalam situasi ini.
Pertama tak bertemu satu-pun orang utan di hutan ini. Perjalanan pun berlanjut dan betul, 2 orang utan sedang bergelayut di kebun warga. Induk dan anak.
Kedatangan manusia di kebun sempat menganggu emosi orang utan. Salah satu ekspresinya mematahkan ranting dan bersuara. Orang utan ini merasa terancam.
Kebun yang berhimpit dengan hutan ini sesungguhnya adalah lintasan orang utan yang berpindah mengikuti ketersediaan makanan.
Orang utan biasa bolak-balik dari hutan ke kebun atau sebaliknya. Namun kini kebisaan itu tak lagi bisa dilakukan karena hutan telah terbakar habis.
Pada waktu tim Potret Menembus Batas SCTV berada di kebun ini, orang utan ini sempat berusaha menyeberang ke hutan, namun niatnya urung karena dahan tempat ia berpegang terasa rapuh tanda bekas terbakar.
Saksikan selengkapnya bencana kabut asap Kalimantan mengepung primata endemik yang ditayangkan Potret Menembus Batas SCTV, Minggu (27/9/2015), di bawah ini. (Dan/Ali)