Kabut Asap Tunda Sidang Suap Bupati Morotai

Saksi pertama, Akil Mochtar tidak dapat hadir dalam sidang, karena mengaku sedang sakit.

oleh Sugeng Triono diperbarui 28 Sep 2015, 15:54 WIB
Mantan Ketua MK, Akil Mochtar menolak menjadi saksi di sidang sengketa Pilkada Pulau Morotai, Maluku Utara dengan terdakwa Rusli Sibua, Jakarta, Senin (21/9/2015). Akil menolak bersaksi karena KPK memblokir rekening keluarganya.(Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menunda sidang lanjutan, perkara dugaan suap pengurusan gugatan sengketa Pilkada Kabupaten Morotai, dengan terdakwa Rusli Sibua, mantan Bupati Morotai. Penundaan sidang ini lantaran 2 saksi yang rencananya akan dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK tidak dapat hadir di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Saksi pertama, Akil Mochtar tidak dapat hadir dalam sidang, karena mengaku sedang sakit. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut sudah memberitahukan ke jaksa, tidak dapat meninggalkan huniannya di Lapas Sukamiskin, Bandung.

"Saksi Akil tidak dapat hadir karena sakit," ujar Jaksa Akhmad Burhanuddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/9/2015).

Sementara, saksi lainnya yang juga tidak dapat dihadirkan jaksa merupakan pihak swasta yang berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat. Dalam surat pemberitahuannya ke jaksa, saksi ini tidak dapat hadir karena pesawat yang akan ditumpanginya tak dapat terbang, terkendala kabut asap yang melanda daerah itu belakangan ini.

Dengan demikian, Ketua Majelis Hakim memutuskan menunda sidang perkara suap ini pada pekan depan.

Pada sidang sebelumnya, Akil Mochtar menolak menjadi saksi untuk terdakwa Rusli Sibua. Terpidana seumur hidup dalam perkara suap ini beralasan, perkaranya sudah rampung dan berkekuatan hukum tetap.

Penolakannya ini, kata Akil, juga lantaran penyidik KPK masih memblokir sejumlah rekening miliknya, yang dianggap tidak berkaitan dengan perkara yang menjeratnya.

Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut, Rusli Sibua telah menyuap Akil Mochtar Rp 2,989 miliar dari total Rp 6 miliar yang dimintanya. Uang itu diberikan agar MK menolak permohonan keberatan hasil Pilkada Kepulauan Morotai, Maluku Utara yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). (Rmn/Mut)‎

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya