Alokasi Gas Diminta Tak Lagi Lewat Praktik Rente

Skala pemberian harus diberikan ke mereka yang sudah jelas, skala prioritas, dan sudah punya infrastruktur gas.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 08 Agu 2015, 15:27 WIB
Teknisi mengawasi pengoperasian instalasi produksi tekanan gas di Compressed Natural Gas (CNG), Bekasi, Selasa (8/9/2015). CNG Plantt berkontribusi 5-10 % terhadap total daya listrik 2045 MW menjadi 20-30 % pada tahun 2016. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyebut 80 persen trader gas di Indonesia tidak memiliki infrastruktur alias hanya modal kertas. Hal itu juga diamini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. 

Terkait ini, Pakar Hukum Tata Negara, Margarito meminta agar perilaku bagi-bagi alokasi gas dengan bermodal kedekatan terhadap petinggi kekuasaan harus dibongkar. Tidak bisa lagi sumber energi seperti itu jadi bancakan kekuasaan.

Berbekal surat alokasi gas, perusahaan atau seorang trader gas bisa berbisnis gas dengan leluasa, meraup untung tanpa harus susah-susah membangun infrastruktur gas. Hal itu terjadi karena kedekatan dengan kekuasaan dan petinggi Pertamina bukan karena punya kemampuan.

"Skala pemberian harus diberikan ke mereka yang sudah jelas, skala prioritas, dan sudah punya infrastruktur gas, mereka harus dapat. Di sini tentu saja soal proporsi pembagian. Tidak bisa alokasi gas itu diberikan ke siapa saja. Poin saya siapa dapat alokasi gas ini harus peroleh secara sah tidak bisa sekadar kedekatan kekuasaan dengan pejabat saja," tandas Margarito.

Menurut dia, PT Pertamina memang bisa saja memiliki privelege tertentu terkait migas. Namun kembali lagi, agar setiap pemberian alokasi-alokasi gas dikatakan tidak bisa lagi dilakukan dengan cara-cara rente alias bagi-bagi.

BUMN ini diminta harus profesional dalam hal mendapatkan alokasi sekaligus menjual alokasi itu ke pihak lain. "Harus profesional tidak bisa lagi dilakukan dengan cara curang, ada rente, itu harus dihentikan," tandas dia.

Menurut dia, penegak hukum sangat bisa masuk mengusut para trader gas, menelisik bagaimana para trader gas bekerja sehingga merugikan publik. Namun sebelum itu akan lebih baik dilakukan audit kinerja terlebih dahulu terhadap Pertamina. Pasalnya, ia khawatir, jika penegak hukum langsung masuk tidak memiliki kapasitas kemampuan dalam membongkar para trader mafia gas.

Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, ada trader gas yang mendapatkan pasokan karena mereka dekat dengan kekuasaan.

Kala itu, ia berjanji, pemerintah akan merevisi beberapa aturan termasuk mengeluarkan Perpres bahwa hanya pemilik infrastruktur gas yang boleh mendapatkan alokasi atau menjual gas bumi.

Dia mencontohkan, ada pembangkit listrik kekurangan gas, ada pula industri-industri kekurangan gas, hal ini terjadi karena ada perusahaan trader gas yang hanya bermodalkan kertas, tapi tidak punya infrastruktur.(Pew/Nrm)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya