Liputan6.com, Jakarta - Tiga perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru saja mengantongi utang US$ 3 miliar atau setara Rp 42 triliun dari Bank Pembangunan China (China Development Bank/CBD). Jumlah ini menambah bengkak total utang luar negeri BUMN Indonesia.
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Konstruksi dan Jasa Lain Kementerian BUMN, Gatot Trihargo mengatakan, utang luar negeri BUMN tercatat sebesar 10,4 persen dari total utang luar negeri Indonesia per Juli 2015.
Sementara posisi utang luar negeri Indonesia tercatat sebesar US$ 303,7 miliar pada akhir Juli 2015. Jika diitung, utang luar negeri BUMN yang mencapai 10,4 persen berarti US$ 31,58 juta.
"Utang luar negeri BUMN secara keseluruhan 10,4 persen dari total utang yang ada per Juli ini. Sedangkan khusus perbankan BUMN sebesar 1,3 persen dari total yang ada," tegas dia saat RDP dengan Komisi VI DPR, Jakarta, Selasa (29/9/2015).
Dijelaskan Gatot, ada lima negara yang menjadi kreditor terbesar utang luar negeri Indonesia, yakni Singapura, Jepang, Amerika Serikat (AS), Belanda dan Tiongkok.
Dari data Kementerian BUMN, dengan jumlah utang luar negeri sebesar US$ 303,7 miliar, Singapura mengucurkan US$ 59,33 miliar atau 19,5 persen dari total utang luar negeri. Disusul Jepang yang menyuntikkan utang US$ 31,89 miliar, AS dengan US$ 10,81 miliar, Belanda US$ 10,62 miliar dan Tiongkok dengan pemberian US$ 9,68 miliar.
Gatot menilai, dengan raihan utang dari CDB, itu artinya ada dana masuk US$ 3 miliar ke Indonesia. Utang ini akan mampu meningkatkan posisi cadangan devisa Indonesia yang saat ini turun menjadi US$ 103 miliar.
Seperti diketahui cadev merupakan salah satu instrumen yang paling cepat untuk memperkuat nilai tukar rupiah. "Jadi dana masuk US$ 3 miliar ke Indonesia menjadi sinyal positif bagi pemerintah supaya menambah cadev," terang dia.
Perolehan pinjaman lunak dengan tenor atau jatuh tempo 10 tahun itu, diakui Gatot, merupakan suatu bentuk kepercayaan lembaga keuangan dunia terhadap ekonomi Indonesia, khususnya memacu pembangunan infrastruktur dan pembiayaan industri yang berorientasi ekspor.
"Dalam situasi ekonomi dunia yang sulit sekarang ini, tidak bisa mendapatkan dana dari manapun. Tapi Indonesia bisa karena ada kepercayaan dari dunia. Apalagi dapatkan interest rate atau tingkat bunga murah dan tenor bagus," pungkas dia.(Fik/Ndw)
Advertisement