Liputan6.com, Jakarta - Dalam paket kebijakan Ekonomi Jilid II atau juga disebut dengan Paket Kebijakan September II, pemerintah Joko Widodo (Jokowi) mengiming-imingi pengusaha dengan insentif, antara lain pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor alat transportasi, diskon pajak deposito, insentif kawasan berikat dan percepatan izin investasi hanya dalam waktu 3 jam. Langkah tersebut diapresiasi untuk mengangkat persepsi investor bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen membantu dunia usaha.
Kepala Ekonom PT Bank Danamon Tbk, Anton Hendranata menilai, pemerintah mengambil langkah tepat dengan melonggarkan kebijakan fiskal saat perekonomian nasional sedang lesu. Strategi ini diakuinya memang bertentangan dengan upaya pemerintah menggenjot penerimaan pajak.
"Tapi mau tidak mau penerimaan pajak memang harus dikorbankan. Jika kebijakan fiskal tidak dilonggarkan, pengusaha tidak akan sanggup membayar pajak dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa terus terjadi," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (1/10/2015).
Anton menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagian besar ditopang oleh konsumsi rumah tangga, yakni sekira 50 persen-55 persen. Dengan begitu, lanjutnya, pemerintah harus fokus pada langkah jangka pendek dengan menolong atau meningkatkan daya beli masyarakat ketimbang memaksakan penerimaan pajak.
"Kalau ini tidak bisa ditolong, maka persepsi dunia usaha atau investor kepada Indonesia semakin negatif, dan akibatnya rupiah terus tertekan. Jika kebijakan yang diambil salah, rupiah bisa lari makin jauh," tutur dia.
Di sisi lain, terang Anton, pemerintah perlu menjaga inflasi. Bahkan dirinya merekomendasikan pemerintah supaya melakukan impor apabila harga bahan pangan mengalami lonjakan. Misalnya harga daging sapi atau lainnya.
"Kita realistis saja lah, nasionalis memang penting tapi kita harus sadar diri karena produksi kita yang tidak mencukupi tingginya permintaan. Jadi begitu harga daging sapi naik, impor saja untuk stabilisasi harga dan inflasi," imbaunya.
Paling penting, kata Anton, pemerintah harus menunjukkan realisasi penyerapan pengeluaran atau belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebaik mungkin sampai akhir tahun ini. Belanja negara tersebut digunakan untuk membangun infrastruktur dan kegiatan produktif lain.
"Kalau semua ini dijalankan dengan komitmen dan terbukti, maka pelan-pelan persepsi sedikit terangkat. Dengan sendirinya, kepanikan berkurang dan nilai tukar rupiah akan menguat. Kasihan, fundamental kita sebenarnya tidak parah-parah amat, tapi rusak karena persepsi dan kepanikan," tegas dia. (Fik/Gdn)
Bujuk Pengusaha dengan Insentif, Gelombang PHK Bisa Mereda
Pemerintah mengambil langkah tepat dengan melonggarkan kebijakan fiskal saat perekonomian nasional sedang lesu.
diperbarui 01 Okt 2015, 08:15 WIBRatusan pekerja yang tinggal di luar Ibu Kota saat tiba di stasiun Tanah Abang, Jakarta, Selasa (29/9/2015). Data Kemenaker per September 2015 sebanyak 43.085 orang terkena PHK akibat lambatnya pertumbuhan ekonomi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Advertisement
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Zerobaseone Kirim Pantun Buat Fans Jelang Konser di Indonesia
Cerita Varadisa Septi Putri Pertahankan Emas Cabor Gulat di PON XXI Berkat Konsistensi
4 Potret Yura Yunita Transformasi Jadi Yura Yunited, Manggung Pakai Jersey Manchester United
Pilkada 2024, Ridwan Kamil Janji Buka Banyak Lapangan Pekerjaan di Jakarta Utara
Saat Salat Jumat, Ambulans Masjid Assalam Depok Alami Kebakaran
VIDEO: Aksi Koboi Jalanan di Demak, Tembak Ban Mobil di Kemacetan
Bocoran Terbaru Pembatasan BBM Pertalite Cs, Jadi Berlaku 1 Oktober 2024?
Potret Sarah Menzel Berangkat ke Inggris untuk Kuliah, Diantar Azriel Hermansyah
Alasan Nikita Mirzani Hadirkan Dokter Oky Pratama Saat Menjemput Lolly
11 Tafsir Mimpi Difitnah yang Menyayat Hati, Simbol Peringatan hingga Konflik Batin
10 Perilaku yang Mengurangi Daya Tarik Seseorang Meskipun Fisik Sangat Cantik
DPC PKB Bojonegoro Targetkan 200 Ribu Suara untuk Setyo Wahono di Pilkada 2024