Alasan Serial Daredevil Sulit Dijangkau Penonton Indonesia

Pencipta serial Daredevil ungkap alasan sang superhero tuna netra tak diangkat ke layar bioskop.

oleh Ruly Riantrisnanto diperbarui 30 Sep 2015, 21:00 WIB
Serial televisi Daredevil di Netflix. (comingsoon.net)

Liputan6.com, Los Angeles Hak cipta film superhero Daredevil telah berpindah ke tangan Marvel dari Fox. Berbeda dengan versi film yang rilis 2003, daur ulangnya sebagai serial televisi baru sulit dijangkau penonton Indonesia. Hal itu dikarenakan Marvel memilih bekerjasama dengan saluran Netflix yang masih belum marak di tanah air.

Ketika Marvel mendapatkan hak cipta film Daredevil, memang banyak penggemar yang menduga superhero tuna netra itu bakal dikerjakan oleh Marvel Studios sebagai film layar lebar.

Serial televisi Daredevil di Netflix. (artofvfx.com)

Namun, pilihan Marvel untuk menayangkan Daredevil melalui Netflix sebagai serial TV tidak salah. Pasalnya, banyak pujian yang didengungkan terhadap serialnya ketimbang versi film tahun 2003 yang dibintangi Ben Affleck.

Dilansir dari Comicbook.com, Selasa (29/9/2015), belakangan terungkap lebih mendalam alasan Marvel memilih untuk menjadikan Daredevil sebagai serial TV ketimbang film.

Serial televisi Daredevil di Netflix. (moviepilot.com)

Semuanya bermula ketika pencipta serial berjudul lengkap Marvel's Daredevil itu, Drew Goddard, memiliki ide asli sebagai seorang fans, yaitu Marvel harus membawa karakternya ke bioskop. Akhirnya, baik Goddard maupun Marvel, menyadari bahwa wacana tersebut memiliki unsur pendekatan yang salah.

"Saya menghampiri Marvel dan berbicara kepada mereka tentang menjadikannya sebagai film beberapa tahun yang lalu, lama setelah film Ben Affleck," terang Goddard kepada IGN.

"Tapi apa yang kami semua cukup sadari adalah, filmnya tidak ingin memakan biaya USD 200 juta. Satu hal mengenai Matt Murdock adalah, ia tidak menyelamatkan dunia. Ia hanya menjaga sudut kota tetap bersih. Sehingga akan terasa salah untuk memiliki pesawat ruang angkasa terdampar di tengah kota. Tapi karena itulah, Marvel dari sisi film tidak berbisnis untuk membuat film USD 25 juta. Mereka akan besar, seperti seharusnya," lanjutnya.

Pakaian tradisional berwarna merah milik Daredevil di serial Marvel pasti dimunculkan.

Lebih jauh ia mengungkapkan, "Terasa bahwa kami telah memiliki lebih banyak kebebasan untuk membuatnya di layar kaca dan membuatnya lebih dewasa. Dengar, jika kami mengambil Netflix dan menayangkannya di bioskop, itu diberi rating R. Dan mereka tidak membuat film rating R. Dan kami juga harus benar-benar menjelajahi karakternya. Saya merasa Netflix adalah kemungkinan rumah terbaik untuk itu, jika tidak, serialnya akan berakhir dengan versi yang lemah."

Boleh dibilang, Goddard dan Marvel telah membuat keputusan yang tepat dengan menggarap Daredevil sebagai serial Netflix. Musim kedua sang superhero bisa disimak pada 2016 mendatang yang mudah-mudahan bisa disaksikan fans Indonesia dengan lebih mudah. (Rul/Fei)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya