Liputan6.com, Jakarta - Maraknya ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari pelaku usaha di industri padat karya, terutama sektor tekstil dan sepatu semakin memperburuk kondisi perekonomian Indonesia. Tak mau gelombang PHK kian membesar, pemerintah membentuk pelayanan atau desk khusus investasi di sektor tersebut.
Pembentukan desk ini melibatkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Keuangan. Didukung oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo).
Advertisement
Franky usai Rakor Paket Kebijakan Ekonomi Jilid III mengatakan, BKPM melihat terjadi anonali investasi. Di satu sisi, investasi tekstil dan sepatu terus bertumbuh, sedangkan di sisi lain beberapa industri ini melakukan PHK.
"Pengusaha mengeluhkan tingginya harga bahan baku karena pelemahan kurs rupiah. Adanya produk ilegal, semisal baju bekas dan produk impor ilegal lain," terang dia di Jakarta, Jumat (2/10/2015).
Pembentukan pelayanan khusus investasi ini, kata Franky, bertujuan memfasilitasi investor existing di sektor tekstil dan sepatu dalam menghadapi berbagai permasalahan, sehingga mencegah terjadinya gelombang PHK massal.
"Untuk perusahaan tekstil dan sepatu yang berkontribusi pada ekspor, kita berikan keringanan, misalnya dalam pembayaran listrik ditangguhkan sampai beberapa bulan, atau insentif perpajakan, restrukturisasi permodalan dan lain-lain," tutur Franky.
Dalam pemberian keringanan ini, dia bilang, sudah disetujui Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, PT PLN dan PT Pertamina (Persero).
"Jadi desk khusus ini untuk mencegah PHK. Kalau mau PHK, bertemu kita dulu. Dibicarakan karena sektor ini memberi kontribusi besar bagi negara sehingga kita dorong industri ini punya daya saing," jelas dia.
Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Lembong menambahkan, industri tekstil dan alas kaki menyumbang devisa hasil ekspor cukup besar bagi Indonesia, selain menyerap tenaga kerja.
"Pabrik tekstil di China saja siap keluar dari negaranya karena sudah tidak cocok di sana. Jadi banyak sekali yang siap pindah dan Indonesia menjadi tujuan utama investasi mereka, apalagi rupiah sudah menyesuaikan. Jadi pemerintah harus siap untuk industri tekstil dari negara lain pindah ke sini," papar dia.
Dari data BKPM, industri tekstil menyuarakan PHK 39 ribu orang. Tapi di sisi lain, BKPM mencatat geliat investasi di sektor ini dan mengalami kenaikan pada semester I 2915. Bahkan API menyebut industri garmen di Jawa Tengah masih kekurangan tenaga kerja hingga 8.000 orang.
Sepanjang Januari-Juli 2015, realisasi investasi untuk sektor tekstil masih tumbuh positif, naik 58 persen sebesar Rp 3,88 triliun dibanding periode yang sama 2014. Realisasi investasi seluruh sub sektor tekstil pada semester I 2015 juga tumbuh
Antara lain, industri pengolahan serat tekstil tumbuh 213 persen sebesar Rp 2,40 triliun dari 82 proyek, industri penenunan tekstil tumbuh 613 persen sebesar Rp 163 miliar dari 25 proyek, industri pakaian jadi tumbuh 16 persen Rp 941 miliar dan industri perlengkapan pakaian bertumbuh 563 persen sebesar Rp 216 miliar dari 15 proyek.
Sementara pencapaian investasi sektor alas kaki pada semester I 2015 tumbuh signifikan 613 persen sebesar Rp 759 miliar dibandingkan periode sama tahun lalu dari 69 proyek.
Dari potensi ekspor tekstil dan pakaian jadi Indonesia hanya 1,85 persen dari nilai pasar global sebesar US$ 700 miliar pada 2014. Sedangkan sektor alas kaki hanya mencatat ekspor 4 persen dari nilai pasar dunia sebesar US$ 100 miliar. Jadi, potensi ekspor kedua sektor ini masih cukup besar. (Fik/Zul)