Berkas Perkara Tahap II Feriyani Lim Dilimpahkan Kamis Depan

Bila tak memenuhi panggilan, polisi akan menjemput paksa Feriyani Lim.

oleh Eka Hakim diperbarui 04 Okt 2015, 09:34 WIB
Pemeran Pengganti Feriyani Lim Pakai Wig Dalam Rekonstruksi

Liputan6.com, Makassar - Direktorat Reskrimum (Dit Reskrimum) Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat (Polda Sulselbar) memastikan pada Kamis pekan depan 8 Oktober 2015 akan dilakukan pelimpahan tahap II perkara dugaan pemalsuan dokumen yang menetapkan Feriyani Lim sebagai tersangka.

Kepala Subdit IV Direktorat Reskrimum Polda Sulselbar Kompol Gani Alamsyah mengatakan, pemanggilan terhadap Feriyani Lim dalam rangka pelimpahan tahap II ke Kejari Makassar ditetapkan pada Kamis 8 Oktober 2015.

"Pemanggilan tahap dua FL (Feriyani Lim) hari Kamis (8 Oktober 2015), jika tak datang kita akan jadwalkan ulang untuk pemanggilan kedua. Dan apabila tetap tidak datang kita akan lakukan upaya penjemputan paksa," ucap Gani saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (4/10/2015).

Dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen, selain menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Abraham Samad sebagai tersangka, penyidik Ditreskrimum Polda Sulselbar juga menjadikan Feriyani Lim sebagai tersangka. Kendati, dalam perkara ini penyidik memisahkan berkas keduanya (split) karena terdapat 2 peranan yang berbeda dari masing-masing tersangka.

Feriyani Lim diduga melakukan dugaan pidana pemalsuan dokumen sekalgus menggunakan dokumen yang isinya dinilai tidak benar atau palsu. Dalam proses penyidikan yang dilakukan penyidik Ditreskrimum Polda Sulselbar ditemukan beberapa fakta. Yakni, adanya perbedaan identitas orangtuanya dalam 2dokumen yang digunakan dalam mengurus penerbitan paspor.

Kronologi Kasus

Ketika itu tepatnya pada 22 dan 23 Februari 2007, tersangka Feriyani Lim mengajukan permohonan pembuatan paspor ke Kantor Imigrasi Makassar, Sulawesi Selatan. Ia melampirkan beberapa dokumen dalam permohonan, salah satunya adalah dengan menggunakan kartu keluarga yang beralamat di Jalan Boulevard Ruby II No 48, RT 003 RW 005, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakukang, Makassar atas nama kepala keluarga Abraham Samad.

Namun, Feriyani Lim yang kemudian menggunakan alamat rumah itu tidak menulis Abraham Samad sebagai kepala keluarga dalam kartu keluarga tersebut, melainkan tertera sebagai kepala keluarga atas nama ayah Ngadiyanto dan ibu Hariyanti. Sama seperti dalam keterangan ijazah SLTP yang dimiliki Feriyani Lim, yaitu ibunya bernama Hariyanti.

Sementara itu penyidik menemukan adanya bukti bahwa Feriyani Lim terdaftar di alamat Apartemen Kusuma Chandra Tower III/22- K, RT 4 RW 1, Senayan, Jakarta. Adapun kepala keluarga dengan nama ayah Ng Chiu Bwe, ibu Lim Miaw Tian, sehingga terlihat bahwa terjadi perbedaan identitas orangtua tersangka Feriyani Lim.

Penyidik kemudian memeriksa saksi-saksi. Di antaranya pelapor (Chaidar Said), imigrasi, ketua RT, pihak kelurahan dan kecamatan. Serta, pihak Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kota Makasar.

Penetapan Tersangka

Selanjutnya, penyidik menetapkan Feriyani Lim sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen tersebut pada 2 Februari 2015. Tidak terima penetapan tersangkanya, Feriyani lalu melaporkan Abraham Samad dan seorang rekannya bernama Sukriansyah Latief alias Uki ke Bareskrim dalam kasus serupa.

Kepolisian kemudian menggelar perkara di Markas Polda Sulselbar pada 9 Februari 2015. Alhasil, Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka, namun Uki sendiri tidak ditetapkan tersangka sementara peranannya menguruskan dokumen milik Abraham untuk digunakan Feriyani dalam pengurusan paspor. Tak hanya itu terkait kasus ini status tersangka itu juga baru diekspos pada 17 Februari 2015.

Adapun penyidik menjerat Feriyani Lim dengan perkara pemalsuan dokumen atau tindak pidana administrasi kependudukan sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 263 ayat (1), (2) subsider Pasal 264 ayat (1), (2) lebih subsider Pasal 266 ayat (1) (2) KUHP, dan atau Pasal 93 Undang-Undang RI No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah diubah UU 24/2013. Di mana ancaman hukuman penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta. (Ans/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya