Liputan6.com, Jakarta Semoga Anda termasuk orang yang tersenyum saat mengingat masa kecil, bukannya menangis – atau kalaupun air mata menetes, itu adalah haru bahagia penuh syukur. Tapi toh, semua yang terjadi bijaknya menjadi pembelajaran yang mendewasakan.
Seperti apapun kehidupan kanak-kanak yang Anda alami, yang amat diharapkan dari Anda adalah bagaimana itu semua direfleksikan dan menghasilkan satu pemahaman etis tentang cara luhur memperlakukan manusia-manusia junior penentu arah peradaban dunia. Sayangnya, jangankan untuk meresapi nilai ini, bahkan untuk menangkapnya pun sebagian orang yang disebut tua atau dewasa tidak mampu.
Advertisement
Gagal paham seperti itu bisa dilihat hasilnya pada kasus-kasus penganiayaan anak. Tak jarang jeritan sakit derita dari mulut-mulut kecil yang mengalaminya berujung pada kebungkaman seumur hidup di bawah batu nisan. “It’s Time We Stopped Hiding Child Abuse,” demikian bunyi tulisan di sebuah papan yang dibawa oleh Whulandary Herman sambil menggandeng seorang gadis cilik.
Para model lain di belakangnya membawa barang-barang serupa dalam berbagai bahasa asing. Scene tersebut adalah akhir manis dari peragaan busana label `Jajaka Ivan Gunawan`, yang dihelat pada Sabtu 3 Oktober 2015 di Batik Fashion Week, Fimela Fest 2015. Bersama organisasi nirlaba `Sahabat Anak Negeri`, Ivan Gunawan mendedikasikan show ini untuk terciptanya senyum kebahagiaan tiap bocah, termasuk 2 keponakannya yang menginspirasi koleksi kali ini.
Kekhasan dunia anak dimana warna-warni bercampur atas nama kejujuran hasrat menjadi nafas rancangan-rancangan yang ditampilkan Ivan di Gandaria City pada malam itu. Kuning, biru, pink, putih, dan warna-warna lainnya saling berdampingan. Harmoni dan disharmoni bukan soal relevan dalam alam warga cilik. Di sana, yang jelas terasa ialah bahwa fun dan enjoyment adalah prinsip utama estetika, bahkan merupakan sinonimnya.
Saat semua itu memasuki kesadaran Ivan, bukan hanya palet yang menjadi bidang bermainnya. Cakupan utak-atik desainer kelahiran tahun 1981 ini meluas hingga percampuran berbagai motif batik, motif batik dan motif kasual, maupun penggabungan jenis-jenis bahan dalam satu item. Di tingkat yang lebih abstrak, yakni dalam tataran ide gaya, hal semacam itu juga terjadi.
Batik-batik bernuansa keseharian dan lebih homey dijungkirbalikkan Ivan menjadi sesuatu yang berkesan trendy dan funky. Hal ini dapat ditemui pada shirt-dress tanpa lengan dengan kerah dan bagian bawahnya batik, assymetric midi-dress kerah bundar yang menggunakan 3 jenis batik, rancangan off-shoulder bertali beraksen lace, atau midi-dress bercampur sheer-fabric, dan karya-karya lainnya.
Melihat prosedur tabrak warna-warni cerah pada koleksi terbaru dari Jajaka yang bisa dijumpai di Instagram @Igun_onshop ini, Anda mungkin tergoda untuk merujuk pada genre fesyen Harajuku asal negri sakura, Jepang.
Jika diperkenankan mencomot istilah tersebut untuk membahasakan koleksi dari desainer sekaligus selebriti nan jenaka ini, maka inilah mode Harajuku ala etnik Indonesia persembahan Ivan, dimana kemeja putih berhias batik di bagian dada dipasangkan dengan stripes shorts warna-warni, dan kemeja batik yang lengan panjangnya bermotif kotak-kotak.
Ditambah kemeriahan dari lenggok bintang mulai dari penyanyi Titi DJ sampai desainer Adjie Notonegoro, peragaan busana-busana cenderung loose berisi penggunaan metode patchwork dan batik-batik Garut, Pekalongan, Solo, Yogyakarta, dan lainnya ini merepresentasikan corat-coret, sebagaimana judul koleksi Ivan ini, yang ekspresif penuh kebahagiaan dan sepatutnya menjadi bagian hari semua anak.
(bio/igw)