Liputan6.com, Alepo ISIS kembali menghancurkan salah satu monumen di kompleks situs kuno Palmira, yang terletak di utara Suriah. Otoritas setempat melaporkan, kali ini mereka melumatkan The Arch of Triumph. Monumen kuno ini dibangun 2.000 tahun yang lalu.
Sebelumnya, ISIS telah menghancurkan dua kuil kuno yang menurut UNESCO adalah salah satu pusat kebudayaan masa lalu yang paling penting.
Advertisement
"The Arch of Triumph telah hancur lebur. ISIS yang melakukan itu," tutur Mohammad Hassan al-Homsi, salah satu aktivis pelindung Palmyra seperti dikutip dari BBC, Senin (5/10/2015).
Observasi Hak Asasi Manusia Suriah yang berkantor di London membenarkan perusakan itu.
Sementara, Kepala Purbakala Suriah, Maamoun Abdulkarim juga melaporkan hal yang sama. Kepada Reuters ia mengatakan bahwa ISIS telah mencengkramkan angkaranya atas Palmyra. "Kota itu sudah hancur lebur," ujar Abdulkarim.
Dirjen UNESCO, Irina Bokova menegaskan bahwa perusakan situs kuno itu juga merupakan kejahatan perang. Badan Perlindungan Purbakala milik PBB itu meminta seluruh komunitas internasional untuk mengecam tindakan ISIS yang "ingin menghapus sejarah dan identitas Suriah", lewat penghancuran kompleks situs kuno Palmyra.
Kelompok militan ini berhasil mengambil alih Palmyra dari 21 Mei 2015. ISIS juga menguasai beberapa lokasi reruntuhan zaman Romawi yang termasyhur. Semenjak saat itu, proses perusakan kompleks tersebut berlangsung.
Bulan Agustus lalu, ISIS menghancurkan Kuil Baalshamin--salah satu kota kuno dengan arsitektur terbaik- yang diketahui dibangun 2.000 tahun lalu.
Grup militan ini juga mempublikasikan foto-foto penghancurannya di media milik mereka. Baca: ISIS Pamer Foto Penghancuran Kuil Kuno di Palmyra
Kota Palmyra merupakan kota penting dalam sejarah Timur Tengah. Sejak awal abad pertama hingga ketiga Masehi, kota ini berkembang di bawah pemerintahan Romawi, sampai kemudian membentuk kekaisaran sendiri yang terbentang dari Turki hingga Mesir.
Palmyra dianggap menjadi pencapaian penting dalam peradaban kuno Timur Tengah, karena dibangun berbeda dengan gaya kota kekaisaran Romawi lainnya.
Seperti Venesia, kota ini menjadi pangkalan bagi jaringan perdagangan. Hanya saja, laut di Palmyra adalah padang pasir, dan kapal di sana adalah unta.
Hanya sebagian kecil dari situs kota ini yang telah digali. Sebagian besar peninggalan arkeologi masih terbenam di bawah tanah, dan terlalu rapuh untuk digali. (Rie/Ein)