Selamat dari Pembantaian di Oregon Berkat 'Pura-pura Mati'

Chris Harper Mercer melakukan tindakannya tanpa ampun. Ia bahkan tega menembak seorang perempuan yang tergantung pada kursi roda.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 05 Okt 2015, 10:30 WIB
Penembakan massal di Oregon menyisakan duka mendalam bagi keluarga dan rekan korban (Reuters)

Liputan6.com, Oregon - Lacey Scroggins selamat dari terjangan peluru saat Chris Harper Mercer memberondongkan senjata di ruang kelas Bahasa Inggris di Umpqua Community College di Roseburg, Oregon, Portland, Amerika Serikat, Kamis 1 Oktober 2015 pukul 10.30 waktu setempat.

Menurut sang ayah, Randy Scroggins, putrinya lolos dari maut berkat 'pura-pura mati'. Tubuh Lacey bersimbah cairan merah. Darah milik korban lain yang ada di dekatnya.

Karena mengira Lacey telah tewas, pelaku melewatinya, lalu menembak korban lainnya hingga tak bernyawa.

Sembilan orang meninggal dunia dalam insiden penembakan massal yang kembali terjadi di Negeri Paman Sam. Para korban berusia 18-67 tahun -- yang tertua adalah dosen Bahasa Inggris. Sementara, pelaku, Chris Harper Mercer diduga bunuh diri di tengah baku tembak dengan polisi.

Scroggins mengatakan, ia berutang budi pada keluarga Treven Anspach. Pemuda 20 tahun itu ditembak setelah Mercer melewati putrinya.

"Saya mengucapkan terima kasih karena Anda melahirkan seorang anak luar biasa yang menyelamatkan putri saya," kata dia seperti dikutip dari BBC, Senin (5/10/2015).

Scroggins menambahkan, putrinya mengatakan padanya, Mercer sengaja membiarkan seseorang hidup -- untuk menyampaikan pesannya pada aparat.

Sembilan orang tewas dalam penembakan massal di Oregon, Amerika Serikat (Reuters)



Hal tersebut diperkuat keterangan Bonnie Schaan, ibu Cheyeanne Fitzgeral. Putrinya yang berusia 16 tahun mengatakan bahwa si penembak berkata pada seorang teman sekelasnya bahwa "kau akan menjadi yang beruntung."

Belum jelas apa motif Mercer melakukan tindakan kejamnya itu. Sementara itu, pihak berwenang belum merilis isi catatan yang ia tinggalkan.

Sementara, dua korban selamat mengatakan, ada indikasi agama menjadi latar belakang kejadian tersebut. Itu karena pelaku sempat menanyakan keyakinan para korban sebelum menembak mereka.

Polisi yang menggeledah rumahnya dan tempat kejadian perkara (TKP) menemukan 14 senjata milik tersangka.

Ayah pelaku, Ian Mercer, kepada CNN mengaku tak habis pikir mengapa putranya bisa menyimpan begitu banyak senjata. Ia juga menambahkan, serangan tersebut sesungguhnya bisa dicegah jika Amerika Serikat memperketat aturan kepemilikan senjata.


Tega Tembak Perempuan Berkursi Roda


Entah apa yang ada di kepala Chris Harper Mercer saat melakukan tindakannya yang tanpa ampun. Bahkan pada seorang perempuan yang mengenakan kursi roda dan didampingi anjing.

"Saat datang, pelaku memerintahkan semua orang tiarap di lantai. Semua orang sontak melakukannya," kata saksi mata yang tak ingin namanya disebutkan, seperti dikutip dari CNN.

 

Pelaku penembakan di Kampus Umpqua, Oregon, Chris Harper-Mercer. (My Space/Daily Mail)


"Perempuan itu susah payah turun dari kursi rodanya, menjatuhkan diri ke lantai. Namun, pelaku memerintahkannya kembali ke kursi. Korban lalu mencoba untuk memanjat kursi rodanya. Saat itulah Mercer menembaknya," tambah dia.

Belum diketahui siapa identitas perempuan berkursi roda itu. Namun, Sarena Moore yang ada dalam daftar korban tewas para Juli lalu, lewat Facebook, mengaku punya anjing pendamping baru.

Saksi mata menambahkan, saat melakukan aksinya, pelaku tak tampak tertekan atau ragu. "Kelihatannya ia senang hati melakukannya," kata perempuan yang terluka di bagian tangan tersebut. (Ein/Tnt)*

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya