Diterjang Topan Joaquin, Kapal AS Hilang di 'Segitiga Bermuda'

Kapal kargo el Faro berlayar menuju pusaran Topan Joaquin di dekat Crooked Island, Bahama. Hilang di area 'Segitiga Bermuda'.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 05 Okt 2015, 11:29 WIB
El Faro lenyap di tengah pusaran Topan Joaquin di dekat Crooked Island (Reuters)

Liputan6.com, Bahama - El Faro bak hilang ditelan bumi. Kapal kargo tersebut tak diketahui keberadaannya sejak Kamis 1 Oktober 2015. Kala itu,  bahtera tersebut berlayar menuju pusaran Topan Joaquin di dekat Crooked Island, Bahama. Di area 'Segitiga Bermuda' -- garis  imajiner yang menghubungkan 3 titik, yaitu Bermuda, Puerto Rico, dan Miami di Amerika Serikat.

El Faro yang mengangkut 33 orang -- 28 asal AS dan 5 Polandia -- tak kuasa menghadapi ganasnya lautan yang digulung badai. Kapal itu kehilangan daya dan kendali sebelum hilang.

Sinyal terakhir (distress signal) yang menunjukkan kapal tenggelam ditangkap dari Crooked Island di Kepulauan Bahama.

Minggu kemarin, US Coast Guard mengatakan, petugasnya yang melakukan penyisiran lewat udara menjumpai sejumlah jaket penyelamat, ban pelampung, dan tumpahan minyak yang tersebar di area yang diperkirakan menjadi titik hilangnya El Faro.

Namun, mereka belum bisa memastikan apakah benda-benda tersebut berasal dari kapal yang dicari. Sehari sebelumnya, petugas menemukan ban pelampung berwarna oranye yang diduga berasal dari El Faro.

Kapal El Faro hilang di wilayah Segitiga Bermuda. Tim pencari menemukan ban penyelamat (Reuters)



Kini keluarga korban menuntut penjelasan terkait nasib kapal dan orang-orang di dalamnya yang diduga hilang di wilayah Segitiga Bermuda.

Pesawat dan helikopter US Coast Guard, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara dikerahkan untuk mencari kapal sepanjang 224 meter di Samudera Atlantik nan luas di sekitar Crooked Island.

Cuaca buruk awalnya menghambat pencarian, namun kondisi membaik pada Minggu kemarin. "Kami berharap bisa menyisir area lebih bagi dari sebelumnya," kata David Schuhlein, juru bicara US Coast Guard.

El Faro angkat sauh dari Jacksonville, Florida pada 29 September 2015, saat Joaquin masih badai tropis biasa -- belum menjelma jadi topan kategori empat yang sangat berbahaya.

Kapal tersebut mengarah ke Puerto Rico untuk mengirimkan kargo rutin ke pulau yang menjadi teritorial AS sebelum menghadapi masalah. El Faro dihantam angin yang kecepatannya mencapai 209 km/jam. Pun dengan ombak yang tingginya sampai 9 meter.

Pemiliknya, TOTE Maritime Puerto Rico mengatakan, kru sempat melaporkan bahwa air sempat masuk dan kapal miring hingga 15 derajat, namun kondisi kala itu 'masih terkendali'.

Pihak TOTE Maritime Puerto Rico menambahkan kru-kru kapal dibekali peralatan untuk menghadapi situasi tak terduga, seperti perubahan cuaca tiba-tiba.

Harap-harap Cemas

Saat ini keluarga para awak kapal berkumpul di Jacksonville. Rochelle Hamm, yang suaminya berada dalam kapal yang hilang mengaku tak habis pikir mengapa kapten memutuskan untuk berlayar di tengah badai.

"Kami bertanya-tanya mengapa mereka tetap berlayar meski tahu badai akan datang; dan mengapa mereka tidak mengambil jalur lain," kata perempuan 44 tahun itu.

Laurie Bobillot, yang putrinya adalah perwira di kapal (second mate) mengaku mencoba untuk tak putus harapan, meski sudah 4 hari menunggu kabar yang tak kunjung datang.

"Kami berusaha untuk selalu positif," kata dia. "Mereka telah mendapat pelatihan cukup."

El Faro lenyap di tengah pusaran Topan Joaquin di area Segitiga Bermuda (Reuters)



Bobillot dan Robin Roberts -- yang putranya, Mike Holland, adalah teknisi di El Faro mengaku yakin pada kemampuan sang kapten, Michael Davidson.

"Dia adalah nakhoda kelas satu. Punya bekal pendidikan yang baik," kata Bobillot. "Dia tak akan berniat mencelakakan nyawa para krunya."

Nakhoda, kata mereka, juga punya keluarga dan tentunya ingin bisa pulang ke rumahnya. "Badai datang terlalu cepat dan tiba-tiba."

Badai juga menerjang bagian Utara dan Selatan Carolina. Para ahli memperkirakan, yang terburuk belum berakhir. Setidaknya 5 kematian yang berhubungan dengan cuaca telah dilaporkan sejak hujan mulai lebat di pesisir Timur.

Presiden Barack Obama mengumumkan keadaan darurat di Carolina Selatan dan memerintahkan bantuan federal untuk membantu mengatasi musibah alam itu.


Mitos Segitiga Bermuda

Tak ada nama Segitiga Bermuda dalam peta. Itu adalah wilayah laut di dalam garis imajiner yang menghubungkan tiga wilayah, yaitu Bermuda, San Juan - Puerto Rico, dan Miami di Amerika Serikat.

Ada yang menyebutnya 'Segitiga Setan' atau 'Devil Triangle', 'Limbo the Lost', 'Twilight Zone', dan yang paling tenar adalah sebutan 'Segitiga Bermuda' -- terinspirasi dari artikel Vincent Gaddis di Majalah Argosy.

Wilayah ini jadi salah satu lokasi paling misterius, horor, dan menakutkan di muka Bumi. Apalagi, dalam sejarahnya, banyak kapal dan pesawat yang tertelan di lokasi itu.

Segitiga Bermuda (Daily Mail)

Salah satunya, yang terjadi pada 5 Desember 1945 pukul 14.10 waktu setempat. Lima pesawat yang dipiloti para penerbang  terlatih dari kesatuan Penerbangan 19 tiba-tiba hilang di segitiga itu, padahal cuaca sedang cerah.

Para pilot sempat meminta pertolongan lewat radio, namun mereka tiba-tiba raib. Sebelumnya, pilot sempat melaporkan kejadian aneh yang ia lihat. "Semuanya tampak aneh, bahkan lautnya. Kami memasuki perairan berwarna putih."

Tak hanya itu, pesawat yang ditugasi mencari mereka juga lenyap secara misterius. Dilaporkan 6 pesawat dan 27 orang hilang dalam peristiwa itu.

Selain itu, peristiwa hilangnya kapal induk USS Cyclops pada 1918, yang hingga saat ini jadi misteri terbesar dalam sejarah Angkatan Laut Amerika Serikat.

Menurut catatan, lebih dari 50 kapal dan 20 pesawat hilang di wilayah tersebut.

Namun, National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), badan ilmiah di bawah Departemen Perdagangan AS kembali meluruskan segala anggapan itu. NOAA menegaskan, faktor cuaca dan buruknya navigasi menjadi segala penyebab hilangnya banyak alat transportasi di Segitiga Bermuda.

"Tidak ada bukti bahwa kehilangan misterius yang terjadi di Segitiga Bermuda terjadi dengan frekuensi yang lebih besar dibandingkan wilayah laut lainnya," demikian pernyataan lembaga itu dalam situsnya bukan ini, seperti dimuat Daily Mail.

(Ein/Tnt)*

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya