Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) naik dalam dua minggu ini. Penguatan ini juga diikuti oleh obligasi pemerintah. Data tenaga kerja AS terutama sektor non pertanian dan pemerintah yang di bawah harapan pelaku pasar pada September 2015 telah memberikan sentimen positif.
Para pengusaha di AS ternyata hanya merekrut pegawai lebih sedikit pada September 2015. Dari data tenaga kerja yang dirilis penyerapan tenaga kerja mencapai 142 ribu dari perkiraan sekitar 201 ribu tenaga kerja.
Advertisement
Dengan sentimen tersebut mata uang dan bursa saham Asia reli di awal pekan ini. Sentimen rilis data ekonomi tenaga kerja AS itu mendorong harapan kalau bank sentral AS atau The Federal Reserve belum menaikkan suku bunga pada 2015. Ada pun Indonesia dinilai rentan terhadap kenaikan suku bunga lantaran hal itu dapat mengikis keuntungan imbal hasil obligasi. Padahal kepemilikan obligasi pemerintah Indonesia oleh investor asing tertinggi di Asia Tenggara.
"Implikasi positif adalah kenaikan suku bunga tahun ini bisa tertunda hingga tahun depan. Pada saat sama ada pandangan kalau penyerapan data tenaga kerja melambat," ujar Sim Moh Siong, Analis Bank of Singapore Ltd seperti dikutip dari laman Bloomberg, Senin (5/10/2015).
Rupiah telah menguat 0,5 persen, dan penguatan ini terbesar sejak 18 September 2015. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sempat menguat ke level 14.568 pada pukul 10.58 WIB. Penguatan ini juga mengikis pelemahan rupiah menjadi 15 persen.
Sementara itu, kurs tengah atau kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar rupiah menguat 100 poin menjadi 14.604 per dolar AS pada Senin dari perdagangan Jumat pekan lalu yang berada di level 14.709 per dolar AS.Sementara itu, imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia yang jatuh tempo pada September 2026 turun 15 basis poin menjadi 9,23 persen. (Ahm/Igw)