Liputan6.com, Jakarta Memilih mainan yang tepat untuk anak rasanya susah-susah gampang. Apalagi di zaman modern seperti ini, mungkin ada ribuan jenis mainan mulai dari yang termahal hingga buatan tangan sendiri.
Lantas, mainan seperti apa sebenarnya yang mengasah kreativitas anak? Menanggapi hal tersebut, Psikolog dari Tiga Generasi, Astrid Wen mengatakan, mainan anak sebaiknya yang dapat mengembangkan tumbuh kembang motorik dan kognisinya.
Advertisement
"Lewat bermain, anak mengembangkan imajinasi. Dari imajinasi itu muncul ide. Ide itu awal orang menjadi kreatif," katanya saat ditemui Liputan6.com, di bilangan Kebayoran, Jakarta, ditulis Selasa (6/10/2015).
Selebihnya, kata dia, perhatikan empat trik berikut:
1. Minat
Astrid menuturkan, boleh saja anak memilih mainan kesukaannya. Namun orangtua harus cermat dalam memanfaatkan minat mereka. Misalnya, saat anak sedang menyukai karakter tertentu, tuntun dia untuk menjadi lebih kreatif.
"Siapa yang dia suka, princess misalnya, kita bisa bantu mencari mainan seperti tempel gunting, atau miniatur yang meluaskan imajinasi anak. Atau buku gambar yang melatih motorik anak," katanya.
2. Usia dan kemampuan anak
Pilih mainan berdasarkan usia dan kemampuan anak. Contohnya, bagi anak dua tahun, bisa diajarkan bernyanyi, tepuk tangan, lari-lari tendang bola, dan sebagainya.
"Bermain sesuai dengan tahapan usia dan kemampuan anak. Jangan berikan alat bermain terlalu susah. Misalnya lego buat anak 3 tahun, dia masih kesusahan. Berikan saja balok kayu tanpa warna. Biarkan imajinasinya tak berbatas," ujarnya.
3. Pahami mainan anak itu apa, termasuk gawai
Waspadai mainan anak yang mengandung konten kekerasan, pornografi. "Kalau ternyata, tayangan film kartun menayangkan kekerasan, jangan berikan tayangan itu."
4. Sempatkan bermain dengan anak
"Seringkali yang membuat anak menyukai mainan tertentu karena dia pernah punya momen yang menyenangkan dengan orangtua saat bermain itu, bukan karena alatnya. Orangtua kadang tidak peka, ada anaknya yang senang masak-masakan, bukan karena alatnya, namun dia punya memori menyenangkan tentang hal itu. Begitupun anak laki-laki yang senang main bola bukan karena bolanya, tapi dia melihat ada kehadiran orangtua yang menciptakan momen yang menyenangkan disitu," pungkasnya.