Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo bercita-cita menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Untuk itu, diperlukan penguatan angkatan bersenjata Indonesia khususnya yang menjaga wilayah perairan dan udara.
Faktanya, Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional TNI Angkatan Udara (AU) Marsekal Muda Hadiyan Sumintaatmadja menyatakan, wilayah udara Indonesia masih memerlukan 12 radar lagi untuk mengoptimalkan penjagaan agar masuknya pesawat asing secara ilegal ke Indonesia dapat ditindak secara cepat.
12 radar itu, menurut Hadiyan, harus dipasang di beberapa daerah yang seringkali menjadi pintu masuk pesawat-pesawat asing ilegal.
"Yang rawan itu wilayah Indonesia tengah dan timur, seperti Kalimantan, Maluku Utara, Maluka Selatan, Papua. Tapi ada juga Sumatera Barat," jelas Hadiyan usai mengikuti acara perayaan puncak HUT TNI ke 70 di Dermaga Kiat Indah, Cilegon, Banten, Senin 5 Oktober 2015.
Hadiyan mengatakan, saat ini pihaknya mengintegrasikan radar yang dimiliki AU dengan milik Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan sebagai langkah alternatif untuk mengoptimalkan penjagaan wilayah udara Indonesia.
Advertisement
Meski demikian, Hadiyan menyadari langkah alternatif tersebut tidak berjalan dengan efektif karena pesawat yang melanggar biasanya tidak menyalakan transponder, sehingga radar Ditjen Perhubungan Udara yang teknologinya masih di bawah TNI AU tidak dapat mendeteksi pesawat nakal tersebut.
"Pesawat militer asing yang masuk ke ruang udara kita tidak mungkin menyalakan transponder sehingga radar secondary milik Perhubungan Udara tidak dapat mendeteksi keberadaan mereka," tukas dia.
Hadiyan menjelaskan, idealnya Indonesia memiliki 32 radar dengan teknologi setingkat yang dimiliki AU untuk mencegah pelanggaran batas wilayah udara. Ia mengambil contoh di Kepulauan Riau, dengan kurang radar di wilayah tersebut maka setiap harinya AU mencatat ada 3 pesawat militer asing yang masuk ke wilayah Indonesia secara ilegal.
"Idealnya Indonesia memasang 32 radar udara, jadi seluruh wilayah dapat dicover. Tapi sekarang baru 20 radar. Misalnya di Kepulauan Riau, karena radarnya kurang, kami mencatat dalam sehari bisa terjadi 3 kasus pelanggaran ruang udara di sana," terang Hadiyan. (Ron/Mar)