Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mencari data pemutusan hubungan kerja (PHK). Sayangnya, lembaga ini sampai sekarang belum mengantongi laporan tersebut sehingga data PHK masih simpang siur antara pemerintah dan asosiasi.
Deputi Bidang Pengendalian Penanaman Modal BKPM, Azhar Lubis mengakui, perlambatan ekonomi nasional maupun global memicu gelombang PHK lebih besar. Dari data Kementerian Tenaga Kerja, jumlah buruh yang kena PHK mencapai 74 ribu, sementara asosiasi mengumumkan data 60 ribu buruh dirumahkan.
Advertisement
Sementara Kementerian Perindustrian dan BKPM belum mendapat laporan yang pasti mengenai berapa jumlah perusahaan yang menyatakan gulung tikar dan berapa jumlah karyawan yang dirumahkan.
"Ekonomi turun, PHK di mana-mana. Tapi kami masih mencari perusahaan apa dan lokasinya di mana yang PHK. Jadi tidak ada data yang pasti," ujar dia saat ditemui di kantor BKPM, Jakarta, Rabu (7/10/2015).
Untuk mencari kepastian data, Azhar mengaku, BKPM akan melayangkan surat kepada Gubernur Banten, Rano Karno yang menyatakan ada 7.000 buruh di provinsinya terkena PHK. "Kita akan menyurati Gubernur Banten. Katanya ada 7.000 yang di PHK, di sektor mana?" terangnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit mengakui bahwa banyak angka PHK yang tidak terekam asosiasi maupun pemerintah. Bahkan dia memprediksi bahwa angka PHK sudah mencapai 1 juta orang.
"Kalau menurut saya sudah sampai 1 juta orang lebih yang kena PHK. Karena perlambatan ekonomi, jelas banyak PHK. Di Indonesia ini, data PHK simpang siur, paling parah di data, tapi kita pakai data KSPI yang mendata 72 ribu buruh di PHK," jelasnya.
Menurut dia, banyak pengusaha tidak melapor kepada pemerintah jika merumahkan karyawannya karena alasan sudah diselesaikan prosedurnya secara baik. "Kalau bisa diselesaikan baik-baik, ngapain juga lapor," tegas Anton. (Fik/Zul)*